Tuesday, November 28, 2006

Pengurusan Jenazah

Setiap manusia pasti akan meninggal dunia. Ketika ada seorang muslim yang meninggal dunia, maka fardu kifayah hukumnya bagi umat muslim lainnya untuk menyelenggarakan pengurusan jenazah seperti: memandikan jenazah, mengkafaninya, menyalatkannya, dan mnguburkannya. Pada kesempatan kali ini, kita akan belajar tentang tatacara pengurusan jenazah.

A. Tatacara Pengurusan Jenazah

Apabila ada seorang muslim yang meninggal dunia, maka fardu kifayah (Kewajiban yang ditujukan kepada orang banyak. Apabila sebagian dari mereka telah mengerjakannya, maka terlepaslah sebagian yang lain dari kewajiban tersebut. Tetapi jika tidak ada seorangpun yang mengerjakannya, maka mereka semuanya berdosa) hukumnya bagi orang muslim lainnya untuk menyelenggarakan empat hal, yaitu:

1. Memandikan Jenazah

Jika ada orang muslim yang meninggal, kewajiban pertama bagi orang muslim lainnya yang masih hidup adalah memandikannya. Tatacara memandikan jenazah adalah sebagai berikut, jenazah diletakkan di tempat yang agak tinggi, seperti ranjang atau dipan dan di tempat yang sunyi. Hal ini berarti tidak ada orang yang masuk ke tempat itu, selain orang yang memandikan dan orang-orang yang membantu mengurus keperluan yang bersangkutan dengan mandi itu. Pakaiannya diganti dengan kain basahan, seperti sarung supaya auratnya tidak mudah terbuka.

Setelah itu diletakkan di atas ranjang atau dipan, kemudian didudukkan atau disandarkan punggungnya pada sesuatu. Kemudian disapu perutnya dengan tangan dan ditekan sedikit supaya keluar kotorannya sambil diikuti dengan menyiramkan air dan wewangian agar menghilangkan bau kotoran yang keluar. Lalu jenazah diterlentangkan untuk dibersihkan kotorannya dengan tangan kiri yang memakai sarung tangan. Setelah itu, sarung tangan hendaklah diganti dengan yang bersih. Kemudian dimasukkan jari sebelah kiri ke mulut jenazah untuk membersihkan gigi dan mulutnya.

Selanjutnya, membasuhkan air ke seluruh tubuhnya dengan merata. Memiringkan jenazah ke sebelah kiri dan membasuh bagian badannya sebelah kanan. Lalu memiringkan jenazah ke sebelah kanan dan membasuh bagian badannya sebelah kiri. Rentetan pekerjaan tersebut dihitung satu kali. Dalam hal ini disunahkan tiga atau lima kali.

Air yang digunakan untuk memandikan jenazah sebaiknya air dingin kecuali jika dibutuhkan menggunakan air hangat untuk menghilangkan kotoran. Selain itu, air yang pertama digunakan sebaiknya menggunakan sabun, air yang kedua adalah air bersih, dan air yang ketiga dicampur dengan kapur barus.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِى الَّذِيْ سَقَطَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَمَاتَ اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ. (رواه البخاري ومسلم)

Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi Muhammad saw. telah bersabda mengenai orang yang meninggal karena terjatuh dari kendaraannya, sabda beliau: “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis di atas menyatakan bahwa agar jenazah dimandikan dengan air dan daun bidara. Daun bidara adalah alat atau media yang efektif yang digunakan pada waktu itu untuk memberihkan kotoran yang menempel pada tubuh jenazah dan untuk mengaharumkannya. Pada konteks sekarang, alat atau media tersebut bisa dengan menggunakan sabun.

Hadis lain menyatakan,

عَنْ اُمِّ عَطِيَّةَ دَخَلَ عَلَيْناَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَغْسِلُ ابْنَتَهُ فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِغْسِلْنَهَا ثَلاَثاً أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذٰلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَاجْعَلْنَ فِى اْلاَخِيْرَةِ كَافُوْرًا. (رواه البخاري ومسلم) إِبْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوْءِ مِنْهَا.

Dari Ummi Atiyah, Nabi Muhammad saw. telah masuk kepada kami ketika memandikan anak beliau yang perempuan, lalu beliau bersabda: “Mandikanlah dia tiga kali atau lebih jika kamu pandang lebih baik, dengan air dan daun bidara, dan pada pembasuhan yang terakhir hendaklah (air) dicampur dengan kapur barus.” (HR Bukhari dan Muslim) dan beberapa riwayat yang sahih menyatakan, “Mulailah oleh kamu dengan bagian badan sebelah kanan dan anggota wudunya.”

Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam hal memandikan jenazah adalah orang yang memandikan. Jika jenazah itu laki-laki, maka yang memandikannya adalah laki-laki pula kecuali istri atau mahramnya. Begitu juga sebaliknya, jika jenazah itu perempuan, maka yang memandikan adalah perempuan kecuali suami atau mahramnya.

Sebaiknya yang memandikan jenazah adalah dari keluarganya sendiri. Dalam hal ini, jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang paling berhak adalah yang paling dekat hubungannya kepada jenazah, seperti suami lebih berhak memandikan istrinya, begitu juga istri lebih berhak memandikan suaminya jika mengetahui dan memahami tatacara memandikan jenazah. Jika dari keluarga terdekat tidak ada yang mengetahui dan memahami tatacara memandikan jenazah, maka berpindahlah kepada keluarga yang lebih jauh atau orang lain yang mengetahui dan memahami tatacara memandikan jenazah serta dapat dipercaya. Maksdunya, ia tidak akan menceritakan hal-hal yang kurang baik yang mungkin ditemui pada jenazah, seperti ada bagian tubuh jenazah yang cacat.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ غَسَلَ مَيِّتاً فَاَدّٰى فِيْهِ اْلاَمَانَةَ وَلَمْ يُفْشِ عَلَيْهِ مَايَكُوْنُ مِنْهُ عِنْدَ ذٰلِكَ خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ وَقَالَ لِيَلِهِ اَقْرَبُكُمْ اِنْ كَانَ يَعْلَمُ فَاِنْ لَمْ يَكُنْ يَعْلَمُ فَمَنْ تَرَوْنَ عِنْدَهُ حَظًّا مِنْ وَرَاعٍ وَاَمَانَةٍ. (رواه احمد)

Dari Aisyan r.a berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa memandikan jenazah, maka jagalah amanah tentangnya, tidak diceritakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada jenazah itu, bersihkanlah ia dari segala dosanya seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya. Sabda beliau, “Hendaklah yang mengurusinya adalah keluarga yang terdekat kepada jenazah itu jika mengerti (tatacara) memandikan jenazah. Jika ia tidak mengerti, maka siapa saja yang dipandang berhak karena wara’ dan amanahnya.” (HR Ahmad)

2. Mengkafani Jenazah

Setelah jenazah selesai dimandikan, maka yang selanjutnya adalah mengkafaninya. Biaya pembelian kain kafan, diambilkan dari harta si jenazah itu sendiri jika ia meninggalkan harta. Jika ia tidak meninggalkan harta, maka biaya kafannya wajib atas orang yang wajib memberinya nafkah ketika ia hidup. Apabila orang yang wajib memberinya nafkah itu juga tidak mampu, maka menjadi kewajiban umat muslim bersama. Misalnya, menggunakan dana kas mesjid yang memang ada alokasi anggaran untuk kepentingan pengurusan jenazah. Begitu juga dengan keperluan lainnya yang menyangkut pengurusan jenazah.

Kain kafan sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi seluruh tubuh jenazah, baik jenazah laki-laki maupun perempuan. Namun sebaiknya untuk jenazah laki-laki itu tiga lapis, tiap-tiap lapis menutup seluruh tubuhnya. Kain kafan ini disunahkan berwarna putih dan diberi wewangian.

Cara memakaikannya adalah sebagai berikut, kain kafan tersebut dihamparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan atas tiap-tiap lapis kain kafan itu wewangian, seperti kapur barus atau yang lainnya. Kemudian jenazah diletakkan di atasnya, kedua tangannya diletakkan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri, atau tangan itu diluruskan sesuai lambungnya (rusuknya).

Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ عَائِشَةَ كُفِّنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى ثَلاَثَةِ اَثْوَابٍ بِيْضٍ سَحُوْلِيَّةٍ مِنْ كُرْسُفٍ لَيْسَ فِيْهَا قَمِيْصٌ وَلاَ عِمَامَةٌ. (رواه البخاري ومسلم)

“Dari Aisyah r.a. rasulullah saw. dikafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada baju di dalamnya dan tiada pula surban.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis lain menyatakan,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَلْبِسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَاِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتاَكُمْ. (رواه ابو داود و الترمذى)

Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Pakailah olehmu kain kamu yang putih, karena sesunguhnya kain putih itu sebaik-baiknya kain. Dan kafanilah jenazah dengan kain yang putih.” (HR Abu Daud dan Tirmizi)

Adapun untuk jenazah perempuan, maka sebaiknya dikafani dengan lima lembar, yaitu kain izar (kain basahan sewaktu dimandikan), baju, tutup kepala, cadar, dan kain yang menutupi seluruh tubuhnya.

Cara memakaikannya adalah kain izar dipakaikan kepadanya, lalu baju, tutup kepala, cadar, kemudian dibungkus dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya, di antara lapisan-lapisan kain tadi sebaiknya diberi wewangian.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ لَيْلىٰ بِنْتِ قَانِفٍ قَالَتْ قُنْتُ فِيْمَنْ غَسَلَ اُمَّ كَلْثُوْمٍ بِنْتَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ وَفَاتِهَا وَكَانَ اَوَّلُ مَا اَعْطَاناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْحِقَا ثُمَّ الدِّرْعَ ثُمَّ الْحِمَارَ ثُمَّ الْمِلْحَفَةَ ثُمَّ اُدْرِحَتْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الثَّوْبِ اْلاَخَرِ. قَالَتْ وَرَسُوْلُ اللهِ عِنْدَ الْبَابِ وَمَعَهُ كَفَّنُهَا يُنَاوِلُنَا ثَوْباً ثَوْباً. (رواه أحمد وابو داود)

Dari Laila binti Qanif katanya, “Saya adalah salah seorang yang turut memandikan Ummi Kulsum binti Rasulullah saw. Ketika Ummi Kulsum meninggal, yang mula-mula diberikan oleh Rasulullah kepada kami ialah kain basahan, kemudian baju, cadar, tutup kepala, dan setelah itu dibungkus dengan kain (yang menutupi seluruh tubuhnya). Kata Laila, “Sedang Nabi berdiri di tengah pintu membawa kain kafannya dan memberikannya kepada kami sehelai-sehelai.” (HR Abu Daud dan Ahmad)

Ketentuan seperti diterangkan di atas dikecualikan bagi orang yang meninggal ketika sedang ihram dalam ibadah haji. Orang yang meninggal ketika sedang melakukan ihram dalam ibadah haji atau umrah, tidak boleh ditutup kepalanya dan tidak boleh pula diberi wewangian.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ اِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ فَذُكِرَ ذٰلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِغْسِلُوْهُ بِمَائٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ فِى ثَوْبِيْهِ وَلاَ تُحْنِطُوْهُ وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ فَاِنَّ اللهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِيًّا. (رواه الجماعة)

Dari Ibnu Abbas berkata: “Ketika seorang laki-laki sedang wuquf mengerjakan ibadah haji bersama-sama Rasulullah saw. di padang Arafah, tiba-tiba laki-laki itu terjatuh dari kendaraannya dan meninggal, maka dikabarkan kejadian itu kepada Nabi saw., maka beliau bersabda, “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah ia dengan dua kain ihramnya. Jangan kamu beri dia wewangian dan jangan ditutup kepalanya, sesungguhnya Allah akan membangkitkan dia nanti pada hari kiamat seperti keadaannya sewaktu berihram.” (HR Jama’ah)

Selanjutnya, yang perlu diperhatikan dalam hal mengkafani adalah membaguskan dalam mengkafaninya. Maskudnya, mengkafani jenazah dengan rapih sesuai dengan ketentuan dan anjuran agama.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا كَفَّنَ اَحَدُكُمْ اَخَاهُ فَلْيُحْسِنْ كَفَنَهُ. (رواه مسلم)

Dari Jabir, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang dari kamu mengkafani saudaranya, hendaklah ia membaguskan dalam mengkafaninya.” (HR Muslim)

Selain itu, mengenai kualitas kain kafan, Rasulullah mengingatkan bahwa kain kafan yang digunakan hendaklah yang standar saja, tidak yang terlalu mahal harganya.

Sabda Rasulullah saw.:

عَنْ عَلِيِّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تُغَالُوْا فِى الْكَفَنِ فَاِنَّهُ يَسْلُبُ سَرِيْعًا. (رواه ابو داود)

Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu berlebih-lebihan memilih kain yang mahal untuk kafan, karena sesungguhnya kafan itu akan hancur dengan segera.” (HR Abu Daud)

3. Menyalatkan Jenazah

Setelah jenazah dimandikan dan dikafani, kewajiban selanjutnya bagi orang muslim adalah menyalatkannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوْا عَلَى مَوْتاَكُمْ. (رواه ابن ماجه)

“Salatkanlah olehmu orang-orang yang mati.” (HR Ibnu Majah)

Salat jenazah tidak didahului oleh azan dan iqamat. Salat jenazah terdiri dari empat takbir tanpa ruku dan sujud. Salat jenazah dapat dilakukan atas seorang mayat atau beberapa mayat sekaligus. Seorang mayat boleh pula disalatkan berulang kali. Maksudnya, jenazah sudah disalatkan oleh sebagian orang, kemudian datang sebagian yang lain untuk menyalatkannya dan seterusnya.

Salat jenazah disunahkan berjama’ah. Imam berdiri menghadap ke arah kiblat dan makmum berdiri di belakang imam. Jenazah diletakkan melintang di hadapan imam dengan kepalanya di sebelah kanan imam. Jika jenazahnya laki-laki, hendaknya imam berdiri menghadap dekat kepalanya, dan jika jenazah perempuan, maka imam hendaknya menghadap dekat perutnya.

Saf salat jenazah hendaknya dijadikan tiga baris. Satu saf sekurang-kurangnya dua orang. Jika ada enam orang yang menyalatkan, maka hendaknya disusun tiap-tiap saf dua orang agar dapat menjadi tiga saf.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ فَيَقُوْمُ عَلَى جَناَزَتِهِ اَرْبَعُوْنَ رَجُلاً لاَيَشْرِكُوْنَ بِاللهِ شَيْئًا اِلاَّ شَفَّعَهُمُ اللهُ فِيْهِ. (رواه احمد و مسلم)

Dari Ibnu Abbas berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Orang Islam yang meninggal, lalu disalatkan jenazahnya oleh empat puluh orang yang tidak musyrik, tentulah Allah memberikan syafa’at (doa) mereka padanya.” (HR Ahmad dan Muslim)

Hadis lain menyebutkan,

عَنْ مَالِكِ بْنِ هُبَيْرَةَ قاَلَ: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَامِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ فَيُصَلِّىْ عَلَيْهِ اُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ يَبْلُغُوْنَ اَنْ يَكُوْنُوْا ثَلاَثَةَ صُفُوْفٍ اِلاَّ غُفِرَلَهُ. (رواه الخمسة الا اللنسائ)

Dari Malik bin Hubairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin yang meninggal, lalu disalatkan oleh segolongan kaum muslimin sampai terdiri dari tiga saf, tentulah diampuni dosanya.” (HR Lima ahli hadis kecuali Nasa’i)

Syarat dan Rukun Salat Jenazah

Syarat-syarat salat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Syarat-syarat salat jenazah sama halnya dengan syarat-syarat pada salat yang lain, seperti menutup aurat, suci badan, pakaian, dan tempat dari najis, menghadap kiblat, dan seterusnya.

2. Jenazah sudah dimandikan dan dikafani.

3. Menempatkan jenazah di arah kiblat dari orang-orang yang menyalatkan.


Adapun rukun salat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Niat.

2. Berdiri jika mampu.

3. Bertakbir empat kali dengan takbiratul ihram.

4. Membaca Surah Al Fatihah sesudah takbiratul ihram.

5. Membaca salawat kepada Nabi Muhammad saw. sesudah takbir kedua.

6. Mendoakan jenazah sesudah takbir ketiga.

7. Mengucapkan salam sesudah takbir keempat.


Praktek Salat Jenazah:

Setelah kita mengetahui semua tatacara salat jenazah, sekarang mari kita praktekkan tatacara salat jenazah. Perhatikanlah dengan saksama!

1. Berdiri tegak sebagaimana mestinya melakukan salat.

2. Berniat, maksudnya menyengaja melakukan salat jenazah kemudian diiringi dengan takbiratul ihram. Lafal niatnya adalah sebagai berikut:

a. Lafaz niat untuk jenazah laki-laki:

اُصَلِّىْ عَلٰى هٰذَا الْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالٰى

“Saya (niat) salat jenazah jadi makmum/imam karena Allah ta’ala.”


b. Lafaz niat untuk jenazah perempuan:

اُصَلِّىْ عَلٰى هٰذِهِ الْمَيْتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالٰى

“Saya (niat) salat jenazah jadi makmum/imam karena Allah ta’ala.”

3. Membaca Surah Al Fatihah sesudah takbiratul ihram.

4. Takbir kedua.

5. Membaca salawat kepada Nabi Muhammad saw. sesudah takbir kedua. Bacaan salawat sekurang-kurangnya:

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

“Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Nabi Muhammad saw.”

Bacaan salawat yang lengkap adalah sebagai berikut:

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَباَرِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

“Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah melimpahkan salawat kepada Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. Dan limpahkanlah berkah kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah melimpahkan berkah kepada Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia di seluruh alam ini.”

6. Takbir ketiga.

  1. Membaca doa sesudah takbir ketiga. Doa tersebut sekurang-kurangnya adalah:

اَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا)

“Ya Allah, ampunilah (dosa) dia, berilah rahmat, kesejahteraan, dan maafkanlah (kesalahan) dia.”

Bacaan doa selengkapnya adalah:

اَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا) وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ (هَا) وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ (هَا) وَاغْسِلْهُ (هَا) بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِهِ (هَا) مِنَ الْخَطَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَاَبْدِلْهُ (هَا) دَارً خَيْرًا مِنْ دَارِهِ (هَا) وَاَهْلاً خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ (هَا) وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ (هَا) وَقِهِ (هَا) فِتْنَةُ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ.

“Ya Allah, ampunilah (dosa) dia, berilah rahmat, kesejahteraan, dan maafkanlah (kesalahan) dia, hormatilah kedatangannya, luaskanlah tempat tinggalnya, besihkanlah ia dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah ia dari segala dosa sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran, berilah ganti baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya yang dahulu, keluarga yang lebih baik dari keluarganya yang dahulu, dan pasangan yang lebih baik dari pasangannya yang dahulu, dan peliharalah (hindarkanlah) ia dari siksa kubur dan azab neraka.”

Adapun bila jenazahnya anak-anak, maka doanya adalah sebagai berikut:

اَللّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا ِلأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَثَقِّلْ بِه مَوَازِيْنَهُمَا وَافْرِغِ الصَّبْرَ عَلٰى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ وَلاَ تَحْرِمْناَ اَجْرَهُ.

“Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan dan titipan pendahuluan bagi ibu-bapaknya, menjadi pelajaran dan ibarat, serta syafaat bagi ibu-bapaknya. Dan beratkanlah timbangan (kebaikan) ibu-bapaknya karenanya, berilah kesabaran dalam hati kedua ibu-bapaknya, janganlah menjadikan fitnah bagi ibu-bapaknya sepeninggalnya, dan janganlah Engkau menghalangi pahala kepada kedua ibu-bapaknya.”

8. Takbir keempat.

9. Membaca doa setelah takbir keempat. Doa tersebut sekurang-kurangnya adalah:

اَللّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ اَجْرَهُ (هَا) وَلاَ تَفْتِناَّ بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْلَناَ وَلَهُ (ها).

“Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi kami akan pahalanya, janganlah Engkau memberikan kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.”

Bacaan doa selengkapnya adalah sebagai berikut:

اَللّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ اَجْرَهُ (هَا) وَلاَ تَفْتِناَّ بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْلَناَ وَلَهُ (هَا) وَلاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِىْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ.

“Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi kami akan pahalanya, janganlah Engkau memberikan kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia, dan bagi saudara-saudara kami seiman yang telah mendahului kami, janganlah Engkau menjadikan hati kami gelisah dan bagi orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

  1. Memberi salam dengan memalingkan muka ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

“Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah atas kamu.”

Setelah selesai salat jenazah dianjurkan membaca doa sebagai berikut:

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. اَللّهُمَّ بِحَقِّ الْفَاتِحَةِ. اِعْتِقْ رِقَابَنَا وَرِقَابَ هٰذَا الْمَيِّتِ (هٰذِهِ الْمَيْتَةِ) مِنَ النَّارِ ×۳. اَللّهُمَّ اَنْزِلِ الرَّحْمَةَ وَالْمَغْفِرَةَ عَلٰى هٰذَا الْمَيِّتِ (هٰذِهِ الْمَيْتَةِ) وَاجْعَلْ قَبْرَهُ (هَا) رَوْضَةً مِنَ الْجَنَّةِ. وَلاَ تَجْعَلْهُ لَهُ (هَا) حُفْرَةً مِنَ النِّيْرَانِ. وَصَلَّى اللهُ عَلٰى خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِه وَصَحْبِه اَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

“Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarganya. Ya Allah dengan berkah Surah Al Fatihah, bebaskanlah dosa kami dan dosa jenazah ini dari api neraka. Ya Allah, curahkan rahmat ampunan kepada mayat ini, jadikanlah tempat kuburnya sebuah taman yang nyaman dari (taman-taman) surga, dan janganlah Engkau menjadikan kuburannya itu lubang jurang neraka. Semoga Allah melimpahkan salawat kepada semulia-mulianya makhluk, Nabi Muhammad saw., kepada keluarganya, dan sahabat-sahabatnya semua. Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.”


4. Menguburkan Jenazah

Setelah memandikan jenazah, mengkafani, dan menyalatkannya, maka kewajiban terakhir bagi umat Islam ialah menguburkannya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penguburan jenazah, yaitu:

a. Pembuatan kedalaman lubang kubur sekurang-kurangnya jangan sampai bau busuk jenazah nantinya dapat tercium dari atas kubur, dan jangan sampai dapat dibongkar oleh binatang.

b. Membaringkan jenazah secara miring ke sebelah kanannya (membaringkan jenazah di atas rusuk kanannya).

c. Menghadapkan muka ke arah kiblat. Muka dan ujung kaki jenazah harus mengenai tanah, melepaskan kain kafan yang membalut muka dan telapak kakinya, dan semua ikatan tali-tali pada tubuh jenazah.

Penguburan itu harus dilakukan seperti itu karena tujuan penguburan adalah untuk menjaga kehormatan jenazah dan memelihara kesehatan orang yang ada di sekitarnya (dekat kuburan).

Apabila keadaan tanah kuburan cukup keras dan padat, disunahkan membuat liang lahat di dalam lubang kubur itu, yaitu bentuk lubang memanjang di bagian bawah lubang kubur di sebelah kiblat sebesar dan sepanjang ukuran jenazahnya. Jika tanah kuburannya lembek yang tidak mungkin dibuat liang lahat, maka hendaklah dibuatkan lubang biasa di tengah-tengah lubang kubur sebesar dan sepanjang ukuran jenazahnya.

Selanjutnya, jenazah itu dibawa masuk ke liang kubur dan wajib dihadapkan ke arah kiblat, diturunkan dengan perlahan-lahan ke bawah liang lahat dan akhirnya dibaringkan miring ke sebelah kanan seraya menghadap kiblat.

Hal-hal yang disunahkan dan dilarang pada pelaksanaan penguburan dan sesudahnya

Ada beberapa hal yang disunahkan dalam pelaksanaan penguburan dan sesudahnya, yaitu:

a. Pada saat memasukan jenazah ke liang lahat hendaklah membaca:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. (رواه الترمذى و ابو داود)

“Dengan nama Allah dan atas dasar agama Rasulullah.” (HR Tirmizi dan Abu Daud)

b. Penimbunan kuburan hendaknya ditinggikan sekitar sejengkal.

اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ قَبْرَ اِبْرَاهِيْمَ ابْنِهِ قَدْرَ شِبْرٍ. (رواه البيهقى)

“Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. meninggikan kuburan anak beliau, Ibrahim, sekitar sejengkal.” (HR Baihaqi)

c. Menandai kuburan dengan batu (nisan) atau lainnya di atas kubur pada bagian kepala jenazah.

Dari Mutlib bin Abdullah berkata, tatkala Usman bin Maz’un meninggal jenazahnya dibawa keluar untuk dikuburkan, lalu Nabi menyuruh seorang laki-laki mengambil batu. Tetapi laki-laki itu tidak kuat membawanya.. Rasulullah saw. bangkit mendekati batu itu dan menyingsingkan lengan baju beliau, kemudian batu itu dibawa. Kemudian diletakkan di sebelah kepala jenazah sambil bersabda, “Aku memberi tanda kubur saudaraku dan aku akan menguburkan di sini siapa yang mati di antara keluargaku.” (HR Abu Daud)

d. Menaruh kerikil di atas kuburan.

اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَ حَصْباَءَ عَلَى قَبْرِابْنِهِ اِبْرَاهِيْمَ. (رواه الشافعى)

“Sesunguhnya Nabi Muhamad saw. menaruh batu kecil-kecil di atas kuburan anak beliau, Ibrahim.” (HR Syafi’i)

e. Menyiram kuburan dengan air.

اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَشَّ عَلَى قَبْرِابْنِهِ اِبْرَاهِيْمَ. (رواه الشافعى)

“Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. menyiram (dengan air) kuburan anak beliau, Ibrahim.” (HR Syafi’i)

f. Menanam pepohonan di sekitar kuburan.

Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, Nabi saw. melewati dua kuburan, maka Nabi bersabda, “Kedua-duanya sedang disiksa, tetapi bukan karena dosa besar; yang seorang buang iar kecil tetapi tidak bersuci, dan yang seorang lagi tukang adu domba, kemudian Nabi mengambil pelepah tamar dan dibelah dua pelepah itu, maka ditanamkannya pada setiap kuburan. Lantas ada orang bertanya kepada Nabi, “Kenapa dibuat begitu, ya Rasulullah? Jawab beliau, “Mudah-mudahan kedua pelapah tamar itu dapat meringankan siksaannya selama belum kering.” (HR Bukhari)

g. Setelah jenazah dikuburkan, disunahkan bagi orang yang mengantarnya untuk berdiri sejenak guna membaca doa untuk memintakan ampunan, keteguhan iman, dan kelancaran menjawab berbagai pertanyaan kubur bagi jenazah.

عَنْ عُثْمَانَ كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ: اِسْتَغْفِرُوْا ِلاَخِيْكُمْ وَسَلُوْالَهُ التَّثْبِيْتَ فَاِنَّهُ اْلآنَ يُسْأَلُ. (رواه ابو داود والحاكم)

Dari Usman, Nabi saw. apabila telah selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri lalu bersabda, “Mintakanlah olehmu ampunan untuk saudaramu, dan mintakanlah ia ditetapkan (imannya) karena sesunggguhnya ia sekarang ditanya.” (HR Abu Daud dan Hakim)

Adapun beberapa hal yang dilarang dalam pelaksanaan penguburan dan sesudahnya ialah:

a. Menembok kuburan.

b. Duduk di atas kuburan.

c. Membuat rumah di atas kuburan.

عَنْ جَابِرٍ نَهٰى النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَاَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَاَنْ يُبْنٰى عَلَيْهِ. (رواه احمد ومسلم)

Dari Jabir, Nabi saw. melarang menembok kuburan, duduk di atasnya, dan membuat rumah di atasnya.” (HR Ahmad dan Muslim)

d. Menjadikan kuburan sebagai mesjid.

عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَاتَلَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارٰى اِتَّخَذُوا قُبُوْرَ اَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ. (رواه البخارى مسلم)

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Semoga Allah mematikan orang-orang yahudi dan nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai mesjid.” (HR Bukhari dan Muslim)

No comments: