Wednesday, November 29, 2006

Iman kepada Kitab-Kitab Allah

KITA tentu sangat mengenal dengan kitab suci Al Quran. Kita biasa membacanya setiap hari, misalnya setelah salat magrib. Tetapi apakah kamu tahu bahwa selain Al Quran, ada kitab-kitab lain yang telah diturunkan Allah kepada para rasul-Nya? Kitab-kitab tersebut adalah Taurat, Zabur, Injil, dan Al Quran. Semuanya adalah kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul-Nya yang wajib kita imani dan ketahui.
Salah satu rukun iman adalah beriman kepada kitab-kitab Allah. sebagai orang beriman kita wajib beriman kepada Al Quran dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Keimanan ini tidak cukup hanya diucapkan dengan lisan dan diyakini oleh hati tapi harus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana sesungguhnya beriman terhadap kitab-kitab Allah itu? Dan apa pengaruhnya bagi pembentukan kepribadian muslim? Mari kita belajar bersama!

A. Pengertian Iman kepada Kitab-kitab Allah
Secara etimologi, kitab berasal dari fi’il (kata kerja) “kataba”, artinya yang ditulis. Sedangkan menurut terminologi, kitab adalah kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada para rasul melalui perantara Malaikat Jibril untuk disampaikan dan diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidupnya.
Jadi, beriman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah swt. telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para rasul yang berisi wahyu-Nya untuk disampaikan dan diajarkan isi dan kandungannya kepada umat manusia.
Kita wajib mengimani semua kitab yang telah diturunkan Allah kepada para rasul. Firman Allah swt.:
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS An Nisa: 136)
Menurut pendapat yang masyhur (terkenal), kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul jumlahnya banyak. Ada yang menyebut 184 kitab, ada juga yang berpendapat 114 kitab. Namun, sesungguhnya tidak ada yang mengetahui dengan pasti berapa jumlah kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul karena Allah tidak menerangkannya dalam Al Quran. Hanya Allah sendiri Yang Maha Mengetahui banyaknya jumlah kitab tersebut karena Dia-lah yang menurunkan-Nya kepada para rasul.
Karena itu, kita hanya diwajibkan mengimaninya secara keseluruhan, tidak diwajibkan secara terperinci berapa banyak jumlahnya dan apa nama-namanya. Namun ada empat kitab yang wajib kita imani dan ketahui, yaitu:
1. Kitab Taurat, diturunkan kepada Nabi Musa a.s. sekitar abad ke-12 SM.
2. Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Daud a.s. sekitar abad ke-10 SM.
3. Kitab Injil, diturunkan kepada Nabi Isa a.s. pada permulaan abad ke-1 M.
4. Kitab Al Quran, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. pada abad ke-6 M.
Secara esensi, dalam hal akidah dan tauhid, keempat kitab tersebut mengajarkan tentang ke-Esaan Allah swt., Tuhan semesta alam. Perbedaannya terletak pada tataran syari’at dan tatacara beribadah. Namun perlu dicatat, bahwa saat ini kitab Taurat, Zabur, dan Injil sudah tidak ada lagi yang murni sebagaimana ketika pertama kali diturunkan kepada para rasul. Saat ini kitab Taurat, Zabur, dan Injil sebagian besar bahkan hampir seluruh isinya telah dirubah-rubah oleh para pengikutnya sehingga menyimpang jauh dari yang aslinya terutama dalam hal akidah.
Satu-satunya kitab suci yang masih terjaga dan akan selalu terjaga kemurniannya sepanjang masa adalah Al Quran. Firman Allah swt.,
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Az Zikru (Al Quran), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al Hijr: 9)
Al Quran adalah kitab suci yang all comprehensive (paripurna), ajarannya menjangkau seluruh sendi kehidupan manusia, berlaku sepanjang masa, dan untuk semua manusia. Secara garis besar, isi dan kandungan Al Quran adalah:
1. Tauhid dan keimanan, yaitu ajaran tentang mengesakan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Ajaran tentang keimanan kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari kiamat, serta qada dan qadar. Inilah ajaran yang menjadi pondasi utama. Pada periode Mekah ayat-ayat Al Quran yang turun banyak berkenaan dengan masalah tauhid dan keimanan ini.
2. Ibadah dan syari’ah, yaitu ajaran tentang hukum-hukum, ibadah, dan syari’at yang membimbing manusia agar dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3. Akhlak, yaitu ajaran tentang budi pekerti yang menyangkut akhlak kepada Allah dan rasul-Nya, sesama manusia, lingkungan dan alam, dan terhadap makluh Allah lainnya.
4. Kisah-kisah umat terdahulu, yaitu kejadian-kejadian pada zaman dulu yang dialami oleh umat-umat terdahulu dengan segala akibatnya, seperti kisah kaum Ad, Tsamud, Saba, dan sebagainya. Itu semua agar dijadikan pelajaran berharga bagi umat Islam.
5. Mu’ammalah, yaitu tuntunan mengenai tatacara pergaulan sesama manusia dalam urusan-urusan keduniaan, seperti hubungan bertetangga, bertransaksi ekonomi, dan sebagainya.
6. Dasar-dasar ilmu pengetahuan, di dalam Al Quran banyak terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang isyarat-isyarat ilmiah yang menjadi inspirasi dan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, seperti proses penciptaan manusia, langit dan bumi dan keteraturannya, dan penciptaan lebah dengan keunikannya.

B. Perilaku yang Mencerminkan Keimanan terhadap Kitab-kitab Allah
Allah menurunkan kitab-kitab-Nya agar dijadikan pedoman hidup oleh manusia. Tetapi pada kenyataannya banyak manusia yang mengesampingkan ajaran Allah yang tertuang dalam kitab-kitab-Nya tersebut. Umat-umat terdahulu, seperti umat Yahudi dan Nasrani telah nyata-nyata mengabaikan kitab suci mereka, bahkan mereka malah merubah-rubah isinya. Ini mestinya menjadi pelajaran bagi umat Islam. Kita mesti bercermin diri dan mengintrospeksi sejauh mana keimanan kita terhadap Al Quran? Sudahkah kita mengamalkan ajaran Al Quran dalam kehidupan sehari-hari?
Keimanan terhadap kitab-kitab Allah tidak cukup hanya diucapkan dengan lisan dan meyakininya bahwa kitab-kitab tersebut adalah wahyu Allah, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan nyata dengan mengaktua-lisasikan ajaran Al Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Al Quran adalah kitab suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw. yang mengandung petunjuk-petunjuk bagi manusia. Al Quran diturunkan untuk menjadi pegangan bagi mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al Quran tidak hanya ditujukan untuk satu umat dan satu masa, tetapi untuk seluruh umat dan sepanjang masa.
Karena itu, sebagai umat Islam, kita harus mengamalkan ajaran Al Quran dalam kehidupan sehari-hari sebagai cerminan keimanan kita terhadap kitab-kitab Allah, karena Al Quran adalah penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Orang yang memiliki keimanan yang kuat terhadap kitab-kitab Allah bisa kita kenali dari perilakunya sehari-hari, di antaranya:

1. Memiliki akidah yang lurus
Ajaran yang paling esensial dari kitab-kitab Allah, terutama Al Quran adalah masalah tauhid dan akidah. Orang yang memiliki keimanan kepada kitab-kitab Allah, tentunya memiliki akidah yang lurus. Akidahnya terjaga dari segala bentuk kemusyrikan yang merusak kemurnian akidah, yang seringkali tidak disadari, seperti mempercayai benda-benda karena dianggap memiliki kekuatan mistik.

2. Beribadah dengan benar dan istiqamah
Setiap kitab suci yang diturunkan Allah, terlebih Al Quran memerintahkan umatnya agar beribadah dengan benar dan istiqamah. Karena itu, orang yang memiliki keimanan terhadap kitab-kitab Allah, tentu selalu beribadah dengan benar dan istiqamah sebagai bentuk pengamalan terhadap ajaran kitab suci tersebut. Beribadah dengan benar sesuai tuntunan yang diajarkan dalam kitab tersebut dan penjelasan rasul-Nya. Beristiqamah dalam menjalankan ibadah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3. Berakhlak mulia
Setiap kitab suci yang diturunkan Allah mengajarkan umatnya agar memiliki akhlak yang mulia. Banyak ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan tuntunan agar berakhlak mulia, seperti akhlak terhadap orang tua yang dijelaskan dalam Surah Lukman ayat 14 – 15 dan Surah Al Isra ayat 23. Al Quran juga memerintahkan kita untuk memiliki sifat-sifat yang terpuji, seperti jujur, amanah, rendah hati dan sebagainya.
Karena itu, orang yang memiliki keimanan terhadap kitab-kitab Allah, akhlaknya selalu terjaga. Ia selalu berusaha mengosongkan dirinya dari akhlak tercela dan mengisi atau menghiasinya dengan akhlak terpuji serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

4. Giat belajar dan bekerja
Al Quran banyak menyeru umatnya agar selalu menuntut ilmu dan giat bekerja. Bahkan ayat yang pertama kali adalah perintah untuk membaca. Karena itu, orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah selalu mengisi hari-harinya dengan giat menuntut ilmu dan bekerja. Ia menyadari bahwa untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang memadai dan giat bekerja dalam rangka beribadah kepada Allah. Bekerja dengan optimal agar tidak menjadi beban bagi orang lain bahkan bisa membantu orang lain adalah salah satu bentuk ibadah.

C. Hikmah Beriman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah, terutama Al Quran sebagai kitab suci bagi kita, umat Islam, tentu memiliki hikmah yang besar bagi kehidupan kita sehari-hari. Hikmah tersebut di antaranya:

1. Dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, maka hidup kita menjadi terarah dan terbimbing.
Suatu keniscayaan bahwa kita hidup di dunia ini memerlukan petunjuk dan pedoman hidup agar kita dapat selamat dalam melangkah dan mengarungi kehidupan yang penuh dengan ujian ini.
Al Quran adalah petunjuk dan pedoman hidup bagi kita. Ia membimbing kita untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia laksana lentera yang menerangi jalan hidup kita, sehingga kita menjadi mantap untuk melangkah. Bayangkan jika kita melangkah dalam gelap tanpa lentera, maka setiap langkah kita dipenuhi dengan keragu-raguan dan kekhawatiran. Kepala takut terbentur, kaki takut terpeleset dan tersandung, dan sebagainya. Itulah gambaran orang yang hidup tanpa memiliki petunjuk dan pedoman hidup.

2. Dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, kita mampu membedakan mana yang hak dan batil.
Dalam kehidupan ini banyak sekali kita menemukan “wilayah abu-abu” atau “gray area”, terlebih saat ini. Problematika dan beban kehidupan yang rumit dan sulit seringkali membuat manusia mencampuradukkan antara yang hak dan batil, antara yang halal dan haram untuk kepentingan sesaat. Kondisi ini diperparah lagi oleh gencarnya serangan budaya permisif (serba boleh), terutama di kalangan remaja dan anak muda.
Al Quran adalah pembeda (Al Furqan) antara yang hak dan batil. Ada garis pemisah yang tegas antara yang hak dan batil, antara yang halal dan haram, yang tidak bisa dicampuradukkan dengan alasan apapun. Dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, maka kita memiliki “referensi” untuk membedakan mana yang hak dan mana yang batil.

3. Beriman kepada kitab-kitab Allah dapat membentuk pribadi-pribadi yang optimis dalam menjalani kehidupan ini.
B agi orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah, betapapun besarnya kesulitan yang dirasakan, betapapun rumitnya persoalan yang dialami, tapi ia tidak pernah mengeluh dan selalu berbaik sangka pada Allah. Ia senantiasa yakin bahwa di dalam kesulitan ada kemudahan karena Al Quran mengajarkan demikian. Ia selalu berusaha dan berdoa agar bisa keluar dari kesulitan tersebut karena yakin Allah senantiasa bersamanya. Hal ini sangat berperan besar dalam pembentukan manusia-manusia yang bermental positif.

4. Beriman kepada kitab-kitab Allah dapat membentuk pribadi-pribadi yang memiliki pandangan jauh ke depan.
Orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah mengetahui bahwa setelah kehidupan di dunia, ada kehidupan mendatang di akhirat yang abadi. Ia yakin ada kehidupan sesudah mati. Karena itu, segala tindakannya selalu berorientasi jangka panjang untuk kehidupan di dunia dan akhirat.
Hal ini memiliki implikasi yang luar biasa dalam setaip aktivitas, pekerjaan, dan sebagainya. Orang yang memiliki visi jauh ke depan akan lebih produktif, kreatif, dan inovatif karena pola fikirnya tidak terkungkung oleh patron yang ada, sehingga ia akan terus berkarya dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi umat.

Tuesday, November 28, 2006

Iman kepada Kitab-kitab Allah

Kita tentu sangat mengenal dengan kitab suci Al Quran. Kita biasa membacanya setiap hari, misalnya setelah salat Magrib. Tetapi apakah kamu tahu bahwa selain Al Quran, ada kitab-kitab lain yang telah diturunkan Allah kepada para rasul-Nya? Kitab-kitab tersebut adalah Taurat, Zabur, Injil, dan Al Quran. Semuanya adalah kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul-Nya yang wajib kita imani dan ketahui.
Salah satu rukun iman adalah beriman kepada kitab-kitab Allah. sebagai orang beriman kita wajib beriman kepada Al Quran dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Keimanan ini tidak cukup hanya diucapkan dengan lisan dan diyakini oleh hati tapi harus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana sesungguhnya beriman terhadap kitab-kitab Allah itu? Dan apa pengaruhnya bagi pembentukan kepribadian muslim? Mari kita belajar bersama!

A.Pengertian Iman kepada Kitab-kitab Allah
Secara etimologi, kitab berasal dari fi’il (kata kerja) “kataba”, artinya yang ditulis. Sedangkan menurut terminologi, kitab adalah kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada para rasul melalui perantara Malaikat Jibril untuk disampaikan dan diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidupnya.
Jadi, beriman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah swt. telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para rasul yang berisi wahyu-Nya untuk disampaikan dan diajarkan isi dan kandungannya kepada umat manusia.
Kita wajib mengimani semua kitab yang telah diturunkan Allah kepada para rasul. Firman Allah swt.:
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS An Nisa: 136)
Menurut pendapat yang masyhur (terkenal), kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul jumlahnya banyak. Ada yang menyebut 184 kitab, ada juga yang berpendapat 114 kitab. Namun, sesungguhnya tidak ada yang mengetahui dengan pasti berapa jumlah kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul karena Allah tidak menerangkannya dalam Al Quran. Hanya Allah sendiri Yang Maha Mengetahui banyaknya jumlah kitab tersebut karena Dia-lah yang menurunkan-Nya kepada para rasul.
Karena itu, kita hanya diwajibkan mengimaninya secara keseluruhan, tidak diwajibkan secara terperinci berapa banyak jumlahnya dan apa nama-namanya. Namun ada empat kitab yang wajib kita imani dan ketahui, yaitu:
1.Kitab Taurat, diturunkan kepada Nabi Musa a.s. sekitar abad ke-12 SM.
2.Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Daud a.s. sekitar abad ke-10 SM.
3.Kitab Injil, diturunkan kepada Nabi Isa a.s. pada permulaan abad ke-1 M.
4.Kitab Al Quran, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. pada abad ke-6 M.
Secara esensi, dalam hal akidah dan tauhid, keempat kitab tersebut mengajarkan tentang ke-Esaan Allah swt., Tuhan semesta alam. Perbedaannya terletak pada tataran syari’at dan tatacara beribadah. Namun perlu dicatat, bahwa saat ini kitab Taurat, Zabur, dan Injil sudah tidak ada lagi yang murni sebagaimana ketika pertama kali diturunkan kepada para rasul. Saat ini kitab Taurat, Zabur, dan Injil sebagian besar bahkan hampir seluruh isinya telah dirubah-rubah oleh para pengikutnya sehingga menyimpang jauh dari yang aslinya terutama dalam hal akidah.
Satu-satunya kitab suci yang masih terjaga dan akan selalu terjaga kemurniannya sepanjang masa adalah Al Quran. Firman Allah swt.,
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Az Zikru (Al Quran), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al Hijr: 9)
Al Quran adalah kita suci yang all comprehensive (paripurna), ajarannya menjangkau seluruh sendi kehidupan manusia, berlaku sepanjang masa, dan untuk semua manusia. Secara garis besar, isi dan kandungan Al Quran adalah:
1.Tauhid dan keimanan, yaitu ajaran tentang mengesakan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Ajaran tentang keimanan kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari kiamat, serta qada dan qadar. Inilah ajaran yang menjadi pondasi utama. Pada periode Mekah ayat-ayat Al Quran yang turun banyak berkenaan dengan masalah tauhid dan keimanan ini.
2.Ibadah dan syari’ah, yaitu ajaran tentang hukum-hukum, ibadah, dan syari’at yang membimbing manusia agar dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3.Akhlak, yaitu ajaran tentang budi pekerti yang menyangkut akhlak kepada Allah dan rasul-Nya, sesama manusia, lingkungan dan alam, dan terhadap makluh Allah lainnya.
4.Kisah-kisah umat terdahulu, yaitu kejadian-kejadian pada zaman dulu yang dialami oleh umat-umat terdahulu dengan segala akibatnya, seperti kisah kaum Ad, Tsamud, Saba, dan sebagainya. Itu semua agar dijadikan pelajaran berharga bagi umat Islam.
5.Mu’ammalah, yaitu tuntunan mengenai tatacara pergaulan sesama manusia dalam urusan-urusan keduniaan, seperti hubungan bertetangga, bertransaksi ekonomi, dan sebagainya.
6.Dasar-dasar ilmu pengetahuan, di dalam Al Quran banyak terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang isyarat-isyarat ilmiah yang menjadi inspirasi dan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, seperti proses penciptaan manusia, langit dan bumi dan keteraturannya, dan penciptaan lebah dengan keunikannya.

B. Perilaku yang Mencerminkan Keimanan terhadap Kitab-kitab Allah
Allah menurunkan kitab-kitab-Nya agar dijadikan pedoman hidup oleh manusia. Tetapi pada kenyataannya banyak manusia yang mengesampingkan ajaran Allah yang tertuang dalam kitab-kitab-Nya tersebut. Umat-umat terdahulu, seperti umat Yahudi dan Nasrani telah nyata-nyata mengabaikan kitab suci mereka, bahkan mereka malah merubah-rubah isinya. Ini mestinya menjadi pelajaran bagi umat Islam. Kita mesti bercermin diri dan mengintrospeksi sejauh mana keimanan kita terhadap Al Quran? Sudahkah kita mengamalkan ajaran Al Quran dalam kehidupan sehari-hari?
Keimanan terhadap kitab-kitab Allah tidak cukup hanya diucapkan dengan lisan dan meyakininya bahwa kitab-kitab tersebut adalah wahyu Allah, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan nyata dengan mengaktua-lisasikan ajaran Al Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Al Quran adalah kitab suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw. yang mengandung petunjuk-petunjuk bagi manusia. Al Quran diturunkan untuk menjadi pegangan bagi mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al Quran tidak hanya ditujukan untuk satu umat dan satu masa, tetapi untuk seluruh umat dan sepanjang masa.
Karena itu, sebagai umat Islam, kita harus mengamalkan ajaran Al Quran dalam kehidupan sehari-hari sebagai cerminan keimanan kita terhadap kitab-kitab Allah, karena Al Quran adalah penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Orang yang memiliki keimanan yang kuat terhadap kitab-kitab Allah bisa kita kenali dari perilakunya sehari-hari, di antaranya:

1. Memiliki akidah yang lurus
Ajaran yang paling esensial dari kitab-kitab Allah, terutama Al Quran adalah masalah tauhid dan akidah. Orang yang memiliki keimanan kepada kitab-kitab Allah, tentunya memiliki akidah yang lurus. Akidahnya terjaga dari segala bentuk kemusyrikan yang merusak kemurnian akidah, yang seringkali tidak disadari, seperti mempercayai benda-benda karena dianggap memiliki kekuatan mistik.

2. Beribadah dengan benar dan istiqamah
Setiap kitab suci yang diturunkan Allah, terlebih Al Quran memerintahkan umatnya agar beribadah dengan benar dan istiqamah. Karena itu, orang yang memiliki keimanan terhadap kitab-kitab Allah, tentu selalu beribadah dengan benar dan istiqamah sebagai bentuk pengamalan terhadap ajaran kitab suci tersebut. Beribadah dengan benar sesuai tuntunan yang diajarkan dalam kitab tersebut dan penjelasan rasul-Nya. Beristiqamah dalam menjalankan ibadah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3. Berakhlak mulia
Setiap kitab suci yang diturunkan Allah mengajarkan umatnya agar memiliki akhlak yang mulia. Banyak ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan tuntunan agar berakhlak mulia, seperti akhlak terhadap orang tua yang dijelaskan dalam Surah Lukman ayat 14 – 15 dan Surah Al Isra ayat 23. Al Quran juga memerintahkan kita untuk memiliki sifat-sifat yang terpuji, seperti jujur, amanah, rendah hati dan sebagainya.
Karena itu, orang yang memiliki keimanan terhadap kitab-kitab Allah, akhlaknya selalu terjaga. Ia selalu berusaha mengosongkan dirinya dari akhlak tercela dan mengisi atau menghiasinya dengan akhlak terpuji serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

4. Giat belajar dan bekerja
Al Quran banyak menyeru umatnya agar selalu menuntut ilmu dan giat bekerja. Bahkan ayat yang pertama kali adalah perintah untuk membaca. Karena itu, orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah selalu mengisi hari-harinya dengan giat menuntut ilmu dan bekerja. Ia menyadari bahwa untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang memadai dan giat bekerja dalam rangka beribadah kepada Allah. Bekerja dengan optimal agar tidak menjadi beban bagi orang lain bahkan bisa membantu orang lain adalah salah satu bentuk ibadah.

C. Hikmah Beriman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah, terutama Al Quran sebagai kitab suci bagi kita, umat Islam, tentu memiliki hikmah yang besar bagi kehidupan kita sehari-hari. Hikmah tersebut di antaranya:
1.Dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, maka hidup kita menjadi terarah dan terbimbing.
Suatu keniscayaan bahwa kita hidup di dunia ini memerlukan petunjuk dan pedoman hidup agar kita dapat selamat dalam melangkah dan mengarungi kehidupan yang penuh dengan ujian ini.
Al Quran adalah petunjuk dan pedoman hidup bagi kita. Ia membimbing kita untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia laksana lentera yang menerangi jalan hidup kita, sehingga kita menjadi mantap untuk melangkah. Bayangkan jika kita melangkah dalam gelap tanpa lentera, maka setiap langkah kita dipenuhi dengan keragu-raguan dan kekhawatiran. Kepala takut terbentur, kaki takut terpeleset dan tersandung, dan sebagainya. Itulah gambaran orang yang hidup tanpa memiliki petunjuk dan pedoman hidup.

2.Dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, kita mampu membedakan mana yang hak dan batil.
Dalam kehidupan ini banyak sekali kita menemukan “wilayah abu-abu” atau “gray area”, terlebih saat ini. Problematika dan beban kehidupan yang rumit dan sulit seringkali membuat manusia mencampuradukkan antara yang hak dan batil, antara yang halal dan haram untuk kepentingan sesaat. Kondisi ini diperparah lagi oleh gencarnya serangan budaya permisif (serba boleh), terutama di kalangan remaja dan anak muda.
Al Quran adalah pembeda (Al Furqan) antara yang hak dan batil. Ada garis pemisah yang tegas antara yang hak dan batil, antara yang halal dan haram, yang tidak bisa dicampuradukkan dengan alasan apapun. Dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, maka kita memiliki “referensi” untuk membedakan mana yang hak dan mana yang batil.
3.Beriman kepada kitab-kitab Allah dapat membentuk pribadi-pribadi yang optimis dalam menjalani kehidupan ini.
Bagi orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah, betapapun besarnya kesulitan yang dirasakan, betapapun rumitnya persoalan yang dialami, tapi ia tidak pernah mengeluh dan selalu berbaik sangka pada Allah. Ia senantiasa yakin bahwa di dalam kesulitan ada kemudahan, karena Al Quran mengajarkan demikian. Ia selalu berusaha dan berdoa agar bisa keluar dari kesulitan tersebut karena yakin Allah senantiasa bersamanya. Hal ini sangat berperan besar dalam pembentukan manusia-manusia yang bermental positif.
4.Beriman kepada kitab-kitab Allah dapat membentuk pribadi-pribadi yang memiliki pandangan jauh ke depan.
Orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah mengetahui bahwa setelah kehidupan di dunia, ada kehidupan mendatang di akhirat yang abadi. Ia yakin ada kehidupan sesudah mati. Karena itu, segala tindakannya selalu berorientasi jangka panjang untuk kehidupan di dunia dan akhirat.
Hal ini memiliki implikasi yang luar biasa dalam setaip aktivitas, pekerjaan, dan sebagainya. Orang yang memiliki visi jauh ke depan akan lebih produktif, kreatif, dan inovatif karena pola fikirnya tidak terkungkung oleh patron yang ada, sehingga ia akan terus berkarya dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi umat.

Menghargai Karya Orang Lain

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berkarya untuk kemaslahatan umat sesuai dengan bidangnya masing-masing. Untuk itu, perlu dikembangkan sikap menghargai karya orang lain agar tercipta kompetisi dalam berkarya untuk kemaslahatan umat (Islam).

A.Pengertian dan Maksud Menghargai Karya Orang Lain
Setiap manusia yang terlahir ke dunia dikaruniai berbagai macam potensi. Salah satu potensi yang dikaruniakan kepada manusia adalah potensi berkarya. Potensi ini akan terus berkembang jika kita memupuk dan melatihnya. Itulah mengapa kemudian kita mengenyam pendidikan, mengikuti kursus-kursus atau pelatihan, dan sebagainya. Itu semua adalah upaya agar potensi tersebut dapat berkembang dan menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain (masyarakat).
Seseorang yang bersungguh-sungguh dalam belajar dan berlatih mengembangkan potensi, maka akan berhasil menghasilkan karya yang bermanfaat. Seseorang yang rajin berlatih menulis, sangat mungkin dikemudian hari berhasil menerbitkan karya tulisnya, yang kemudian dibaca oleh orang banyak. Dalam tataran yang lebih tinggi, seseorang yang tekun mempelajari teknologi, maka akan terbuka kemungkinan baginya untuk menghasilkan karya-karya teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, seperti Pak Habibie yang berhasil membuat pesawat terbang, karena ketekunannya dalam belajar dan berlatih.
Dalam hal ini, sikap yang perlu dikembangkan adalah menghargai karya orang lain. Kita perlu menyadari bahwa keberhasilan seseorang dalam menghasilkan karya tidak dicapai dengan mudah, tetapi dengan ketekunan berlatih dan belajar. Meskipun mungkin menurut kita karya orang lain tersebut kurang bagus atau biasa saja, karena kita tidak tertarik dengan bidang tersebut. Tetapi mungkin bagi orang lain itu adalah karya yang bermanfaat dan bernilai.
Contohnya, Arif menyukai seni lukis. Setelah berlatih dan belajar dengan tekun, akhirnya Arif berhasil menghasilkan karya berbagai macam lukisan pemandangan alam yang indah.
Bagi orang yang tidak menyukai lukisan, mungkin karya Arif tersebut dianggap biasa saja dan kurang bermanfaat. Tapi bagi orang-orang yang menyukai lukisan, pengoleksi lukisan, atau pengamat seni, bisa jadi karya Arif tersebut sangat bernilai bagi dirinya, sehingga tidak segan-segan untuk mengeluarkan ratusan ribu bahkan jutaan rupiah hanya untuk membeli sebuah lukisan.
Oleh karena itu, sikap terbaik adalah menghargai setiap karya orang lain, baik karya itu kecil (sederhana), maupun karya besar (istimewa). Karena sejatinya, yang dilihat bukanlah semata karya itu kecil atau besar, sederhana atau spektakuler, tetapi upaya dan semangat untuk berkarya itulah yang harus kita lihat. Jadi, sekecil dan sesederhana apapun karya seseorang harus kita hargai.
Dari uraian di atas, kita bisa membuat definisi tentang menghargai karya orang lain. Yang dimaksud dengan menghargai karya orang lain adalah sikap mengakui dan menghormati karya orang lain sebagai hasil kreatifitasnya dengan cara memberikan apresiasi yang positif berupa kata-kata yang menyenangkan, pujian, dan memberikan semangat.

B. Perilaku Menghargai Karya Orang Lain
Kita perlu menyadari bahwa keberhasilan seseorang dalam berkarya itu harus dihargai, karena hasil karya seseorang itu merupakan cerminan dari pribadinya yang patut dihargai sebagai manusia yang mempunyai jiwa semangat, kerja keras, ulet dan tekun, tidak kenal putus asa, disiplin, rajin dan optimis akan berhasil.
Semua sikap mental yang disebutkan di atas adalah sikap mental yang sangat dianjurkan oleh Islam. Sikap mental yang positif itulah yang akan melecut semangat seseorang untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain (masyarakat). Islam sangat menganjurkan umatnya agar berlomba-lomba menghasilkan karya yang bermanfaat.
Rasulullah saw. bersabda,
“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
Hadis ini mestinya memotivasi kita, umat Islam, untuk bekerja keras dan beretos kerja tinggi untuk berkarya sesuai dengan bidang dan kemampuan kita masing-masing untuk kejayaan dan kemaslahatan umat (Islam). Dalam hal ini, perlu dikembangkan sikap dan perilaku menghargai karya orang lain. Hal ini akan memberikan dampak positif yang besar bagi lahirnya karya-karya yang bermanfaat bagi umat (Islam).
Seseorang yang merasa karyanya dihargai, maka akan semakin termotivasi untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Tetapi sebaliknya, seseorang yang merasa karyanya tidak dihargai, kemungkinan ia bisa putus asa untuk berkarya lagi. Ia akan merasa tidak percaya diri untuk berkarya, apalagi jika karya yang tidak dihargai itu adalah karya perdananya. Respon posotif atau negatif dari orang lain terhadap hasil karyanya akan memberikan dampak yang besar bagi diri dan kreatifitasnya.
Karena itu, perlu kiranya kita merenungi firman Allah swt. berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki memperolok-olok kumpulan yang lain, boleh jadi yang diperolok-olok itu lebih baik dari mereka (yang memperolok-olok). Dan jangan pula sekumpulan perempuan memperolok-olok kumpulan lainnya, boleh jadi yang diperolok-olok itu lebih baik dari mereka (yang memperolok-olok)….”. (QS Al Hujurat: 11)
Yang dimaksud dengan larangan mengejek atau memperolok-olok orang lain pada ayat di atas, termasuk juga larangan mengejek hasil karya dari orang lain. Hal ini berarti secara tidak langsung, kita diperintahkan untuk menghargai karya orang lain selama karya tersebut positif.
Beberapa sikap dan perilaku yang mencerminkan menghargai karya orang lain adalah sebagai berikut:

1.Mengakui dan menghormati kemampuan dan kreatifitas orang lain dalam berkarya.
Setiap orang memiliki kemampuan masing-masing sesuai bidangnya. Dengan kemampuannya itulah, kemudian ia berkreatifitas untuk menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat. Maka kita perlu mengakui dan menghormati kemampuan orang lain dalam menghasilkan karya di bidangnya, yang mungkin tidak kita miliki dalam bidang tersebut.

2.Mengucapkan kata-kata yang menyenangkan berupa pujian atau memotivasi terhadap karya yang dihasilkan oleh teman atau orang lain.
Kekuatan kata-kata sangat besar pengaruhnya terhadap sikap mental dan psikis seseorang. Kata-kata yang memberi semangat, pujian, atau memotivasi akan meresap dalam alam bawah sadar seseorang dan memberikan kekuatan untuk berkarya lebih baik lagi. Karena itu, bila kita melihat karya teman kita, maka ucapkanlah kata-kata yang menyenangkan hatinya, apalagi jika faktanya memang karya tersebut bagus.

3.Tidak mencaci atau mengejek bila ada karya teman atau orang lain yang menurut kita kurang bagus dan biasa saja.
Kurang bagus menurut kita belum tentu menurut orang lain. Setiap manusia memiliki pandangan masing-masing dalam menilai sebuah hasil karya. Boleh jadi kita menilai karya tersebut kurang bagus atau biasa saja karena tidak tertarik dengan bidang itu, sehingga mempengaruhi penilaian kita. Karena itu, sikap terbaik adalah jangan pernah menghina hasil karya seseorang. Selain hal tersebut tidak bermanfaat, dapat melukai perasaan orang lain, dan mematikan kreatifis seseorang, juga bertentangan dengan ajaran Islam.

4.Tidak merusak karya orang lain meskipun kita tidak menyukainya dan merasa kurang bermanfaat bagi kita.
Jika mengejek karya orang saja tidak boleh, apalagi jika sampai merusaknya. Kurang bermanfaat bagi kita belum tentu bagi orang lain. Contohnya, Pak Hasan adalah seorang pengrajin kompor minyak tanah. Dengan ketekunannya, ia bisa menghasilkan tiga buah kompor minyak tanah dalam sehari. Ini juga merupakan sebuah hasil karya.
Bagi orang yang tinggal di kota-kota besar yang terbiasa memakai kompor gas atau listrik, mungkin karya Pak Hasan tidak bermanfaat bagi mereka. Tetapi bagi orang-orang di pedesaan, justru karya Pak Hasan sangat bermanfaat bagi mereka.
Jadi, kita sangat dilarang merusak hasil karya orang lain dalam bentuk apapun dan dengan cara apapun.

5.Menjauhkan sikap iri hati terhadap karya yang dihasilkan orang lain.
Tidak ada kebaikan sedikitpun pada sikap iri hati. Bila ada teman atau orang lain yang berhasil menghasilkan karya yang bagus dan mendapat pengharagaan, maka sikap kita mestinya menghargai karya tersebut dan termotivasi untuk menghasilkan karya yang sama baiknya atau bahkan lebih baik lagi.
Itulah kelima perilaku yang mencerminkan sikap menghargai karya orang lain. Menghormati dan menghargai karya orang lain menunjukkan jati diri kita sebagai orang yang beragama (Islam) dan berakhlak. Menghargai karya orang lain adalah sikap terpuji yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari lewat pembiasaan-pembiasaan.
Hal ini bisa dimulai dari diri sendiri dan di lingkungan keluarga. Kemudian berlanjut ke sekolah dan masyarakat. Inti atau kunci agar bisa bersikap menghargai karya orang lain adalah adanya kesadaran dalam diri bahwa setiap manusia dikaruniai kelebihan di bidangnya masing-masing yang membedakannya dengan orang lain. Tidak ada manusia yang mampu menguasai dan mahir semua bidang pengetahuan, keahlian, atau keterampilan. Kita mungkin mahir di bidang tertentu, tapi tidak menguasai bidang lainnya.
Jadi, menghargai karya orang lain sejatinya merupakan suatu keniscayaan dari diri manusia yang terbatas kemampuannya, yang tidak mungkin menguasai seluruh bidang pengetahuan, keahlian, dan keterampilan.

Dosa-Dosa Besar

Islam menghendaki umatnya selamat di dunia dan akhirat. Karena itu, Islam telah memberikan rambu-rambu bagi kita dalam mengarungi kehidupan ini agar tercipta kehidupan yang damai dan harmonis. Karena itu, perlu dihindari hal-hal yang dapat merusak tatanan kehidupan yang baik tersebut. Salah satu hal yang dapat merusak tatanan kehidupan adalah perbuatan dosa besar. Perbuatan dosa besar bukan hanya menimbulkan dampak buruk bagi pelakunya tapi juga bagi orang lain dan masyarakat.
Kali ini kita akan belajar tentang dosa-dosa besar. Setelah mempelajari bab ini, diharapkan kita mampu menghindarkan diri dari perbuatan dosa besar.

A.Pengertian Dosa Besar
Dosa besar, dalam literatur Islam, dikenal dengan istilah “Al Kabair”, yang berarti dosa-dosa besar. Sedangkan menurut istilah, dosa besar adalah apa-apa yang dilarang Allah swt. dan rasul-Nya dalam Al Quran dan Sunah, yang dapat menimbulkan dampak negatif yang besar bagi pelakunya di dunia dan akhirat.
Perbuatan dosa diibaratkan oleh Nabi seperti titik hitam yang menempel pada hati. Jika seseorang terus-menerus berbuat dosa, maka semakin lama titik hitam itu akan menutupi hatinya. Jika hatinya telah tertutup, maka sangat sulit untuk menerima kebenaran. Dalam hal ini, sebuah dosa besar yang dilakukan akan menimbulkan titik hitam yang besar pada hati.
Perbuatan dosa besar bukan hanya menimbulkan dampak negatif bagi pelakunya, tapi juga bagi orang lain atau masyarakat. Misalnya, perbuatan membunuh jelas menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Hal ini jika tidak tertangani dengan baik, sangat berpotensi menimbulkan dendam dari anggota keluarga korban, sehingga timbullah bunuh-membunuh di antara dua keluarga, yang bukan tidak mungkin berlanjut ke tingkat kampung dan seterusnya.
Praktek riba dapat menghancurkan ekonomi umat dan menimbulkan ketimpangan sosial. Orang yang kaya akan makin senang dan orang miskin akan semaskin sengsara, ibarat pribahasa “gunung diurug, sumur digali”. Orang kecil yang berhutang dengan sistem ribawi, sangat berpotensi akan terlilit oleh hutang yang semakin membengkak akibat bunganya.
Perbuatan zina dapat merusak rumah tangga seseorang, tidak jelasnya nasab atau garis keturunan seorang anak, dan menyebabkan tersebarnya penyakit menular seksual yang dapat merenggut nyawa seseorang, seperti AIDS dan herpes simplex II.
Karena itu, sangat pantas bila Islam memberi perhatian yang besar terhadap perbuatan dosa besar, mengingat dampak buruk yang ditimbulkan darinya. Maka Islam menegaskan bahwa seseorang yang melakukan dosa besar bukan hanya akan mendapatkan hukuman di dunia tapi di akhirat kelak juga akan mendapat azab yang pedih.

B.Macam-macam Dosa Besar
Dosa-dosa besar dalam pandangan Islam banyak sekali macam atau contohnya, di antaranya adalah yang dijelaskan dalam hadis-hadis berikut ini:
“Nabi saw. bersabda, jauhilah oleh kamu tujuh dosa besar, yaitu menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa alasan yang dapat dibenarkan, memakan harta anak yatim secara zalim, memakan harta riba, lari dari medan perang, menuduh berzina wanita muslim yang baik-baik (qazaf).” (HR Bukhari dan Muslim)
“Maukah aku beritahukan kamu tiga dosa yang sangat besar?” Mereka (sahabat) menjawab, “Tentu ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, dan perkataan dusta atau bersaksi palsu.” (HR Bukhari dan Muslim)
“Ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, “Apakah dosa yang besar di sisi Allah?” Nabi bersabda, “Kamu menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah (syirik) padahal Dia yang telah menciptakan kamu.” orang itu bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Jawab Nabi, “Kamu membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu.” Kemudian apa lagi? Jawab Nabi, “Kamu berzina dengan tetanggamu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Masih banyak lagi hadis-hadis lain yang menjelaskan tentang macam-macam dosa besar. Dalam hal ini, akan dibahas beberapa dosa besar sebagaimana tercantum dalam hadis di atas.

1.Syirik
Syirik, secara bahasa berasal dari fi’il (kata kerja) “syaraka” yang berarti menyekutukan. Sedangkan menurut istilah, syirik adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain atau menyembah kepada selain Allah.
Syirik adalah dosa yang paling besar. Barangsiapa yang berbuat syirik kemudian mati dalam kemusyrikannya itu, maka ia akan menjadi penghuni neraka selamanya. Syirik terbagi dua, yaitu:

a.Syirik besar (syirik akbar)
Syirik besar adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain atau menyembah kepada selain Allah, seperti menyembah matahari, pohon, dan sebagainya. Dalam hal ini, Allah swt. berfirman,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An Nisa: 48)
Diayat lain djelaskan:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Al Maidah: 72)

b.Syirik kecil (syirik asgar)
Syirik kecil adalah perbuatan riya dalam beribadah, yaitu melaksanakan ibadah bukan karena Allah tapi karena mengharap pujian dan penghargaan dari orang lain.
Contohnya, seorang siswa yang bersedekah kepada pengemis karena ingin dipuji oleh gurunya ketika berpapasan di jalan, yang seandainya tidak ada gurunya tersebut, ia tidak akan bersedekah.
Dalam hal ini, Allah swt. berfirman,
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS Al Kahfi: 110)

Rasulullah saw. bersabda,
“Berhati-hatilah dengan syirik kecil, mereka (sahabat) bertanya, “Ya Rasulullah apakah syirik kecil itu?” Rasulullah menjawab, “riya.” (HR Ahmad dan Thabrani)
Contoh lain dari syirik kecil adalah bersumpah dengan nama selain Allah, seperti bersumpah dengan nama nabi, wali, dan sebagainya.
Rasulullah saw. bersabda,
“Dan barang siapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka dia telah kafir atau musyrik.” (HR Tirmizi)
Tujuan dari bersumpah adalah untuk menguatkan bahwa apa yang dikatakannya adalah benar, karenanya dalam sumpah menyertakan Dzat Yang Maha Agung. Dan hanya Allah-lah Yang Maha Agung. Karena itu, bersumpah dengan nama selain Allah secara tidak langsung menganggap ada yang lebih agung dari Allah, maka ini jelas merupakan bentuk kemusyrikan. Selain itu, mengapa kita hanya boleh bersumpah dengan nama Allah? dalam Islam, sumpah bukanlah sesuatu yang main-main. Bagi orang yang melanggar sumpah, maka ia harus bertobat dan membayar kafarat.
2.Durhaka kepada Orang tua
Orang yang paling berjasa dalam kehidupan kita adalah kedua orang tua kita, terutama ibu. Ibu telah mengandung kita selama sembilan bulan dengan susah payah, bergerak tidak leluasa, berjalan terasa berat karena menahan beban perutnya, dan sebagainya. Al Quran menggambarkannya dengan istilah “wahnan ‘ala wahnin” (lemah yang bertambah lemah). Kemudian Ibu harus meregang nyawa ketika melahirkan kita. Tidak cukup sampai di situ, Ibu juga menyusui kita selama 2 tahun, merawat, dan mendidik kita dengan penuh kasih sayang hingga kita dewasa.
Ayah adalah orang kedua yang paling berjasa dalam hidup kita. Beliaulah yang menafkahi kita sejak kita masih dalam kandungan Ibu. Ayah bekerja keras mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan kita, mulai dari makan, pakaian, biaya kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Maka, sangat pantas jika Al Quran menyuruh kita untuk berbakti kepada kedua orang tua.
Firman Allah swt.:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain kepada-Nya, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS Al Isra: 23)
Bagi orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka azab Allah telah menantinya. Dalam hal ini, Rasulullah mengingatkan,
“Keridaan Allah berada pada keridaan orang tua, dan murka Allah berada pada murka orang tua.” (HR Tirmizi)
Kita bisa belajar banyak dari kisah Alqamah yang hidup pada masa Nabi Muhammad saw. Ketika sakaratul maut, Alqamah sama sekali tidak bisa menggerakan mulutnya untuk mengucapkan kalimat tahlil (la ilaha illallah) dan ia mengalami sakaratul maut yang sulit, karena ibunya tidak meridainya. Sampai-sampai Rasulullah sendiri yang menyelesaikan masalah ini. Dengan upaya yang bijak dari Rasul, akhirnya sang Ibu mau meridai Alqamah sehingga Alqamah meninggal dengan tenang.

3.Membunuh
Membunuh adalah perbuatan menghilangkan nyawa manusia baik dengan menggunakan alat atau media, seperti senjata tajam, senjata api, meracun, maupun tanpa menggunakan alat, yaitu dengan menggunakan tangan kosong.
Membunuh jiwa manusia terlebih lagi seorang muslim tanpa alasan yang benar adalah sebuah dosa yang sangat besar. Seorang muslim dengan muslim lainnya adalah bersaudara karena itu haram darahnya (membunuhnya) dan hartanya (mencurinya).
Allah swt. memperingatkan kita dengan firman-Nya:
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknaktnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS An Nisa: 93)
Perbuatan membunuh akan menimbulkan dampak buruk yang sangat besar jika tidak tertangani dengan baik. Jika anggota keluarga korban merasa tidak mendapat keadilan, maka sangat berpotensi melahirkan dendam kesumat. Karena itu, dalam hukum pidana Islam, bagi pelaku pembunuhan yang disengaja, maka hukumannya adalah qisas (dibunuh lagi), kecuali bila ia dimaafkan oleh keluarga korban, maka ia wajib membayar diyat (denda) sebanyak 100 ekor unta sesuai ketentuan hukum Islam. Jika kita rupiahkan, maka 100 ekor unta sama dengan sekitar Rp. 1 milyar rupiah.
Dalam kehidupan ini, mungkin kita memiliki masalah dengan orang lain. Tapi bukan jalan yang tepat jika diselesaikan dengan menghilangkan nyawa seseorang, apalagi jika hanya karena masalah yang kecil. Dalam hal ini, Rasulullah saw. mengingatkan,
“Membunuh jiwa seorang mukmin lebih besar (dosanya) di sisi Allah dari seluruh kekayaan dunia.” (HR Nasai dan Baihaqi)
Kita tentu bisa membayangkan betapa banyak dan besarnya jumlah kekayaan (harta) yang ada di dunia ini jika semuanya dijumlahkan, dosa membunuh lebih besar lagi (dosanya) dari seluruh jumlah harta yang ada di dunia ini.

4.Memakan harta anak yatim secara zalim
Memakan harta anak yatim secara zalim adalah salah satu bentuk dosa besar. Orang-orang yang diamanahi memelihara anak yatim dan hartanya haruslah melaksanakan amanah tersebut dengan baik. Ia harus menjaga diri dari memakan harta tersebut secara zalim.
Termasuk dalam pengertian memakan adalah menghilangkan, merampas, memusnahkan, merusak, dan sebagainya, yang intinya menyebabkan hilangnya atau berkurangnya harta anak yatim. Para pelakunya diancam oleh Allah dengan api neraka, firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS An Nisa: 10)
Namun ada pengecualian, bila orang yang memlihara anak yatim tersebut adalah orang yang fakir, maka ia dibolehkan makan dari harta anak yatim tersebut sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang baik. Atau karena ada kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi, maka boleh menggunakan harta anak yatim lebih dulu, tetapi dikemudian hari harus dibayar atau diganti ketika sudah dalam keadaan lapang kembali.
Firman Allah swt.,
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” (QS An Nisa: 6)
Namun demikian, yang lebih baik adalah orang yang diamanahi memeihara anak yatim harus giat bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, sehingga tidak mengambilnya dari harta anak yatim. Dalam hal ini, juga perlu diperhatikan agar pemeliharaan anak yatim dan hartanya diserahkan kepada orang yang tepat, baik secara ekonomi maupun agamanya.

5. Memakan harta riba
Riba, secara bahasa berarti nilai tambah. Sedangkan menurut istilah, riba dalah nilai tambah yang diharamkan dalam transaksi tukar-menukar barang atau hutang-piutang karena melanggar aturan syai’at dalam urusan mu’ammlah. Dalam praktek riba, terjadi ketidakadilan, yaitu si penghutang atau peminjam sangat dirugikan oleh bunganya, sementara si pemberi hutang atau pinjaman berpotensi menarik keuntungan yang sebesar-besarnya.
Contohnya, Pak Andi meminjam uang kepada Pak Amir sebesar Rp. 2 juta rupiah untuk keperluan berobat anaknya. Pak Amir bersedia memberikan pinjaman asalkan ketika Pak Andi membayar hutangnya ditambahkan dengan bunganya sebesar 10%. Jika Pak Andi telat membayar hutangnya ketika jatuh tempo, maka bunga tersebut akan terus ditambahkan dalam jumlah keseluruhan hutang Pak Andi. Demikian seterusnya hingga hutang yang semula hanya Rp. 2 juta bisa bertambah dan berlipat karena bunganya.
Tambahan dari pembayaran hutang tersebut (bunga) yang telah ditentukan sebelumnya itulah yang dinilai sebagai riba. Memakan harta semacam itu sama dengan memakan bara api dalam perutnya.
Allah swt. memperingatkan,
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah: 275)
Rasulullah saw. kembali menegaskan:
“Dari Jabir, katanya, Rasulullah saw. melaknat orang yang memakan harta riba, yang memberinya, penulisnya, dan kedua orang yang menyaksikannya. Sabdanya, “Mereka itu (orang yang langsung memakannya maupun yang mejadi perantaranya), adalah sama.” (HR Muslim)
Islam menghendaki terwujudnya kegiatan perekonomian yang adil, sehat, dan bersih. Karena itu, Islam mengharamkan riba dan menggolongkannya ke dalam dosa besar.

6.Berzina
Zina adalah perbuatan yang sangat keji. Perbuatan zina merusak tata kehidupan masyarakat. Perbuatan zina menyebabkan tidak jelasnya garis keturunan atau nasab seorang anak. Dampak negatif dari zina ini luar biasa, bukan hanya bagi pelakunya tapi juga melibatkan orang lain.
Ironisnya, angka hubungan seksual di luar nikah (perzinahan) di negeri ini semakin meningkat tiap tahunnya. Hal ini tercermin dari angka kehamilan yang tidak diinginkan. Dan yang lebih memprihatinkan lagi sebagiannya dilakukan oleh remaja.
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) punya data akurat. Dari 37 ribu perempuan yang mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), sebanyak 30 persennya adalah remaja. Tak sedikit dari mereka memilih aborsi sebagai jalan terakhir. Berdasarkan data itu, ada 12,5 persen dari remaja yang hamil di luar nikah yang menggugurkan kandungannya. “Itu hanya yang terdata saja. Yang tak terdata tentu sangat banyak sekali,” tutur Dr. Ramona Sari, kepala Divisi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi PKBI.
Asosiasi Seksologi Indonesia malah memiliki data yang lebih mengejutkan lagi. Menurut lembaga ini, sekitar 60 persen aborsi yang terjadi di Indonesia dilakukan remaja. Kata seksolog dan androlog, Prof. dr. Wimpie Pangkahila, di Indonesia ada 2,5 juta aborsi dan 1,5 juta di antaranya adalah aborsi yang dilakukan remaja. Kondisi tersebut dinilainya sudah sangat memprihatinkan.
Hal ini jelas bertentangan dengan hati nurani manusia. Orang lainpun dilibatkan, misalnya dokter atau bidan yang membuat mereka melawan hati nuraninya dan juga melanggar kode etik kedokteran maupun sumpah jabatan. Kesalahan dua orang mengakibatkan orang-orang profesional menjadi “pembunuh bayaran”.
Belum lagi, ditambah dengan bayi-bayi yang dibuang karena kelahiran yang tak diinginkan. Hal ini tentu membuat kita terenyuh dan prihatin, betapa tidak berharganya nyawa manusia dimata orang-orang yang menyalahgunakan hubungan seks. Kelahiran yang tidak diinginkan telah membuat seorang ibu menjadi pembunuh bagian dari tubuhnya sendiri. Rentetan dampak buruk dari perbuatan zina akan sangat panjang jika harus diuraikan.
Karena itu, sangat pantas jika Islam menggolongkan perbuatan zina ke dalam dosa besar.
Allah swt. berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Isra: 32)
Bagi pelaku perbuatan zina bukan hanya diancam dengan hukuman di dunia tapi juga di akhirat. Dalam konteks hukum pidana Islam, bagi pelaku zina yang belum menikah, maka dihukum dengan 80 kali dera dan diasingkan. Sedangkan bagi pelaku zina yang sudah menikah, maka hukumannya adalah dirajam sampai mati.

7.Meminum-minuman keras
Salah satu hal yang sangat dipelihara oleh Islam adalah akal fikiran. Memelihara akal (hifzul aqli) termasuk ke dalam umuru dararain (hal-hal pokok yang dipelihara), yaitu:
1.Hifzud din (memelihara agama), karena itu Islam melarang berbuat syirik dan murtad.
2.Hifzun nafs (memelihara jiwa), karena itu Islam melarang membunuh jiwa manusia.
3.Hifzul aqli (memelihara akal), karena itu Islam melarang minum-minuman yang memabukkan.
4.Hifzun nasl (memelihara keturunan), karena itu Islam melarang zina.
5.Hifzul mal (memelihara harta), kerena itu Islam melarang mencuri, merampok, dan sebagainya.
Meminum minuman keras yang memabukkan dapat merusak akal pikiran. Seseorang yang mabuk, maka ia tidak dapat lagi mengendalikan diri, perkataan, dan perbuatannya karena akalnya sedang tidak berfungsi. Maka tidak heran seringkali orang yang mabuk berlanjut melakukan tindakan kejahatan, seperti mencuri, memperkosa, dan sebagainya. Paling rendah ribu dengan orang lain dan berbuat onar atau kerusakan.
Dalam hal ini, mari kita perhatikan nadis Nabi berikut ini:
“Jauhilah oleh kamu khamer, karena sesunguhnya khamer itu biangnya kejelekan (kejahatan).” (HR Hakim)
Oleh karena itu, Islam dengan tegas melarang meminum minuman keras atau jenis lainnya yang memabukkan, seperti ganja, sabu-sabu, heroin, dan jenis narkoba lainnya.
Allah swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Maidah: 90)

C.Menghindari Perbuatan Dosa Besar
Pada bagian yang lalu kita telah belajar tentang contoh-contoh perbuatan dosa besar. Dari situ kita mengetahui betapa buruk akibat yang ditimbulkan dari perbuatan dosa besar tersebut baik di dunia terlebih di akhirat. Karena itu, sudah semestinya kita menghindari semua perbuatan dosa besar tersebut agar kita terhindar dari kehinaan di dunia dan akhirat.
Allah swt. menjamin bagi siapa saja yang menghindari perbuatan dosa besar dan apa-apa yang diharamkan oleh-Nya, maka akan dihapuskan segala dosa dan kesalahannya yang kecil.
Firman Allah swt.:
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS An Nisa: 31)
Ayat di atas mestinya memotivasi diri kita agar selalu berusaha seoptimal mungkin untuk menjauhkan diri dari segala perbuatan dosa besar. Setiap perbuatan dosa yang kita lakukan sudah pasti akan mendatangkan keburukan bagi diri kita. Setiap manusia tentu menyayangi dirinya, maka mestinya setiap manusia selalu berusaha menjauhkan diri dari perbautan dosa besar.
Upaya yang dapat kita lakukan agar terhindar dari perbuatan dosa apalagi dosa besar adalah sebagai berikut:

1.Senantiasa meningkatkan iman dan takwa kepada Allah swt. dengan beribadah secara benar dan istiqamah.
Ibadah yang kita lakukan dengan benar dan istiqamah akan menghidarkan diri kita dari kemaksiatan dan dosa. Misalnya, ibadah salat. Ketika kita salat, mulut kita hanya mengucapkan yang baik-baik, seperti takbir, tahmid, tasbih, dan sebagainya. Karena itu, bagi orang yang betul-betul mendirikan salat, maka ia akan mampu mengendalikan lisannya dari perkataan yang jelek, karena ia mengaplikasikan nilai-nilai salat dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, benarlah bahwa fungsi salat adalah mencegah dari perbuatan keji dan munkar, sebagaimana firman Allah swt:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (QS. Al-Ankabut: 45).
Dalam hal ini, salat tidak hanya sekedar rutinitas ritual tapi juga sebagai media pembentukan pribadi yang mulia. Begitu juga ibadah-ibadah lainnya, seperti puasa mengajarkan kita agar bisa mengendalikan nafsu syahwat.

2.Senantiasa menuntut ilmu.
Seringkali seseorang melakukan dosa besar karena ia tidak tahu akan dampak buruk yang ditimbulkan dari perbuatan dosa tersebut dan manfaat yang akan diraih jika meningalkan perbuatan dosa tersebut. Karena itu, kita harus selalu menuntut ilmu. Dengan ilmu kita dapat mengetahui apa-apa yang dilarang oleh Allah dan dampak buruk yang ditimbulkan darinya, sehingga kita bisa menghindarinya. Ilmu akan menuntun kita melangkah ke jalan yang diridhai Allah swt.

3.Menutup pintu-pintu kemaksiatan.
Selain dua upaya di atas, agar kita terhindar dari perbuatan dosa, maka kita juga harus menutup rapat-rapat pintu dan celah kemaksiatan. Kita harus ingat bahwa setan itu sangat licik dan kreatif untuk menjerumuskan manusia pada jurang dosa dan lembah kemaksiatan. Misalnya, jangan sekali-kali mencoba menonton VCD/DVD porno atau mengakses situs-situs porno, karena itu adalah jelas-jelas pintu kemaksiatan. Tontonan seperti itu akan membuat pikiran seseorang menjadi kotor, yang berakibat ia tidak bisa mengendalikan dirinya. Akhirnya ia melakukan perbuatan dosa besar, seperti zina atau memperkosa. Sebuah acara berita kriminal di salah satu stasiun TV swasta pernah memberitakan seorang kakak yang memperkosa adiknya karena tidak kuat menahan libidonya setelah menonton VCD porno. Nauzubillah min zalik.

Pengurusan Jenazah

Setiap manusia pasti akan meninggal dunia. Ketika ada seorang muslim yang meninggal dunia, maka fardu kifayah hukumnya bagi umat muslim lainnya untuk menyelenggarakan pengurusan jenazah seperti: memandikan jenazah, mengkafaninya, menyalatkannya, dan mnguburkannya. Pada kesempatan kali ini, kita akan belajar tentang tatacara pengurusan jenazah.

A. Tatacara Pengurusan Jenazah

Apabila ada seorang muslim yang meninggal dunia, maka fardu kifayah (Kewajiban yang ditujukan kepada orang banyak. Apabila sebagian dari mereka telah mengerjakannya, maka terlepaslah sebagian yang lain dari kewajiban tersebut. Tetapi jika tidak ada seorangpun yang mengerjakannya, maka mereka semuanya berdosa) hukumnya bagi orang muslim lainnya untuk menyelenggarakan empat hal, yaitu:

1. Memandikan Jenazah

Jika ada orang muslim yang meninggal, kewajiban pertama bagi orang muslim lainnya yang masih hidup adalah memandikannya. Tatacara memandikan jenazah adalah sebagai berikut, jenazah diletakkan di tempat yang agak tinggi, seperti ranjang atau dipan dan di tempat yang sunyi. Hal ini berarti tidak ada orang yang masuk ke tempat itu, selain orang yang memandikan dan orang-orang yang membantu mengurus keperluan yang bersangkutan dengan mandi itu. Pakaiannya diganti dengan kain basahan, seperti sarung supaya auratnya tidak mudah terbuka.

Setelah itu diletakkan di atas ranjang atau dipan, kemudian didudukkan atau disandarkan punggungnya pada sesuatu. Kemudian disapu perutnya dengan tangan dan ditekan sedikit supaya keluar kotorannya sambil diikuti dengan menyiramkan air dan wewangian agar menghilangkan bau kotoran yang keluar. Lalu jenazah diterlentangkan untuk dibersihkan kotorannya dengan tangan kiri yang memakai sarung tangan. Setelah itu, sarung tangan hendaklah diganti dengan yang bersih. Kemudian dimasukkan jari sebelah kiri ke mulut jenazah untuk membersihkan gigi dan mulutnya.

Selanjutnya, membasuhkan air ke seluruh tubuhnya dengan merata. Memiringkan jenazah ke sebelah kiri dan membasuh bagian badannya sebelah kanan. Lalu memiringkan jenazah ke sebelah kanan dan membasuh bagian badannya sebelah kiri. Rentetan pekerjaan tersebut dihitung satu kali. Dalam hal ini disunahkan tiga atau lima kali.

Air yang digunakan untuk memandikan jenazah sebaiknya air dingin kecuali jika dibutuhkan menggunakan air hangat untuk menghilangkan kotoran. Selain itu, air yang pertama digunakan sebaiknya menggunakan sabun, air yang kedua adalah air bersih, dan air yang ketiga dicampur dengan kapur barus.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِى الَّذِيْ سَقَطَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَمَاتَ اِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ. (رواه البخاري ومسلم)

Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi Muhammad saw. telah bersabda mengenai orang yang meninggal karena terjatuh dari kendaraannya, sabda beliau: “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis di atas menyatakan bahwa agar jenazah dimandikan dengan air dan daun bidara. Daun bidara adalah alat atau media yang efektif yang digunakan pada waktu itu untuk memberihkan kotoran yang menempel pada tubuh jenazah dan untuk mengaharumkannya. Pada konteks sekarang, alat atau media tersebut bisa dengan menggunakan sabun.

Hadis lain menyatakan,

عَنْ اُمِّ عَطِيَّةَ دَخَلَ عَلَيْناَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَغْسِلُ ابْنَتَهُ فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِغْسِلْنَهَا ثَلاَثاً أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذٰلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَاجْعَلْنَ فِى اْلاَخِيْرَةِ كَافُوْرًا. (رواه البخاري ومسلم) إِبْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوْءِ مِنْهَا.

Dari Ummi Atiyah, Nabi Muhammad saw. telah masuk kepada kami ketika memandikan anak beliau yang perempuan, lalu beliau bersabda: “Mandikanlah dia tiga kali atau lebih jika kamu pandang lebih baik, dengan air dan daun bidara, dan pada pembasuhan yang terakhir hendaklah (air) dicampur dengan kapur barus.” (HR Bukhari dan Muslim) dan beberapa riwayat yang sahih menyatakan, “Mulailah oleh kamu dengan bagian badan sebelah kanan dan anggota wudunya.”

Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam hal memandikan jenazah adalah orang yang memandikan. Jika jenazah itu laki-laki, maka yang memandikannya adalah laki-laki pula kecuali istri atau mahramnya. Begitu juga sebaliknya, jika jenazah itu perempuan, maka yang memandikan adalah perempuan kecuali suami atau mahramnya.

Sebaiknya yang memandikan jenazah adalah dari keluarganya sendiri. Dalam hal ini, jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang paling berhak adalah yang paling dekat hubungannya kepada jenazah, seperti suami lebih berhak memandikan istrinya, begitu juga istri lebih berhak memandikan suaminya jika mengetahui dan memahami tatacara memandikan jenazah. Jika dari keluarga terdekat tidak ada yang mengetahui dan memahami tatacara memandikan jenazah, maka berpindahlah kepada keluarga yang lebih jauh atau orang lain yang mengetahui dan memahami tatacara memandikan jenazah serta dapat dipercaya. Maksdunya, ia tidak akan menceritakan hal-hal yang kurang baik yang mungkin ditemui pada jenazah, seperti ada bagian tubuh jenazah yang cacat.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ غَسَلَ مَيِّتاً فَاَدّٰى فِيْهِ اْلاَمَانَةَ وَلَمْ يُفْشِ عَلَيْهِ مَايَكُوْنُ مِنْهُ عِنْدَ ذٰلِكَ خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ وَقَالَ لِيَلِهِ اَقْرَبُكُمْ اِنْ كَانَ يَعْلَمُ فَاِنْ لَمْ يَكُنْ يَعْلَمُ فَمَنْ تَرَوْنَ عِنْدَهُ حَظًّا مِنْ وَرَاعٍ وَاَمَانَةٍ. (رواه احمد)

Dari Aisyan r.a berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa memandikan jenazah, maka jagalah amanah tentangnya, tidak diceritakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada jenazah itu, bersihkanlah ia dari segala dosanya seperti keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya. Sabda beliau, “Hendaklah yang mengurusinya adalah keluarga yang terdekat kepada jenazah itu jika mengerti (tatacara) memandikan jenazah. Jika ia tidak mengerti, maka siapa saja yang dipandang berhak karena wara’ dan amanahnya.” (HR Ahmad)

2. Mengkafani Jenazah

Setelah jenazah selesai dimandikan, maka yang selanjutnya adalah mengkafaninya. Biaya pembelian kain kafan, diambilkan dari harta si jenazah itu sendiri jika ia meninggalkan harta. Jika ia tidak meninggalkan harta, maka biaya kafannya wajib atas orang yang wajib memberinya nafkah ketika ia hidup. Apabila orang yang wajib memberinya nafkah itu juga tidak mampu, maka menjadi kewajiban umat muslim bersama. Misalnya, menggunakan dana kas mesjid yang memang ada alokasi anggaran untuk kepentingan pengurusan jenazah. Begitu juga dengan keperluan lainnya yang menyangkut pengurusan jenazah.

Kain kafan sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi seluruh tubuh jenazah, baik jenazah laki-laki maupun perempuan. Namun sebaiknya untuk jenazah laki-laki itu tiga lapis, tiap-tiap lapis menutup seluruh tubuhnya. Kain kafan ini disunahkan berwarna putih dan diberi wewangian.

Cara memakaikannya adalah sebagai berikut, kain kafan tersebut dihamparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan atas tiap-tiap lapis kain kafan itu wewangian, seperti kapur barus atau yang lainnya. Kemudian jenazah diletakkan di atasnya, kedua tangannya diletakkan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri, atau tangan itu diluruskan sesuai lambungnya (rusuknya).

Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ عَائِشَةَ كُفِّنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى ثَلاَثَةِ اَثْوَابٍ بِيْضٍ سَحُوْلِيَّةٍ مِنْ كُرْسُفٍ لَيْسَ فِيْهَا قَمِيْصٌ وَلاَ عِمَامَةٌ. (رواه البخاري ومسلم)

“Dari Aisyah r.a. rasulullah saw. dikafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas, tidak ada baju di dalamnya dan tiada pula surban.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis lain menyatakan,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَلْبِسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَاِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتاَكُمْ. (رواه ابو داود و الترمذى)

Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Pakailah olehmu kain kamu yang putih, karena sesunguhnya kain putih itu sebaik-baiknya kain. Dan kafanilah jenazah dengan kain yang putih.” (HR Abu Daud dan Tirmizi)

Adapun untuk jenazah perempuan, maka sebaiknya dikafani dengan lima lembar, yaitu kain izar (kain basahan sewaktu dimandikan), baju, tutup kepala, cadar, dan kain yang menutupi seluruh tubuhnya.

Cara memakaikannya adalah kain izar dipakaikan kepadanya, lalu baju, tutup kepala, cadar, kemudian dibungkus dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya, di antara lapisan-lapisan kain tadi sebaiknya diberi wewangian.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ لَيْلىٰ بِنْتِ قَانِفٍ قَالَتْ قُنْتُ فِيْمَنْ غَسَلَ اُمَّ كَلْثُوْمٍ بِنْتَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ وَفَاتِهَا وَكَانَ اَوَّلُ مَا اَعْطَاناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْحِقَا ثُمَّ الدِّرْعَ ثُمَّ الْحِمَارَ ثُمَّ الْمِلْحَفَةَ ثُمَّ اُدْرِحَتْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الثَّوْبِ اْلاَخَرِ. قَالَتْ وَرَسُوْلُ اللهِ عِنْدَ الْبَابِ وَمَعَهُ كَفَّنُهَا يُنَاوِلُنَا ثَوْباً ثَوْباً. (رواه أحمد وابو داود)

Dari Laila binti Qanif katanya, “Saya adalah salah seorang yang turut memandikan Ummi Kulsum binti Rasulullah saw. Ketika Ummi Kulsum meninggal, yang mula-mula diberikan oleh Rasulullah kepada kami ialah kain basahan, kemudian baju, cadar, tutup kepala, dan setelah itu dibungkus dengan kain (yang menutupi seluruh tubuhnya). Kata Laila, “Sedang Nabi berdiri di tengah pintu membawa kain kafannya dan memberikannya kepada kami sehelai-sehelai.” (HR Abu Daud dan Ahmad)

Ketentuan seperti diterangkan di atas dikecualikan bagi orang yang meninggal ketika sedang ihram dalam ibadah haji. Orang yang meninggal ketika sedang melakukan ihram dalam ibadah haji atau umrah, tidak boleh ditutup kepalanya dan tidak boleh pula diberi wewangian.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ اِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَوَقَصَتْهُ فَذُكِرَ ذٰلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِغْسِلُوْهُ بِمَائٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ فِى ثَوْبِيْهِ وَلاَ تُحْنِطُوْهُ وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ فَاِنَّ اللهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِيًّا. (رواه الجماعة)

Dari Ibnu Abbas berkata: “Ketika seorang laki-laki sedang wuquf mengerjakan ibadah haji bersama-sama Rasulullah saw. di padang Arafah, tiba-tiba laki-laki itu terjatuh dari kendaraannya dan meninggal, maka dikabarkan kejadian itu kepada Nabi saw., maka beliau bersabda, “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah ia dengan dua kain ihramnya. Jangan kamu beri dia wewangian dan jangan ditutup kepalanya, sesungguhnya Allah akan membangkitkan dia nanti pada hari kiamat seperti keadaannya sewaktu berihram.” (HR Jama’ah)

Selanjutnya, yang perlu diperhatikan dalam hal mengkafani adalah membaguskan dalam mengkafaninya. Maskudnya, mengkafani jenazah dengan rapih sesuai dengan ketentuan dan anjuran agama.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا كَفَّنَ اَحَدُكُمْ اَخَاهُ فَلْيُحْسِنْ كَفَنَهُ. (رواه مسلم)

Dari Jabir, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang dari kamu mengkafani saudaranya, hendaklah ia membaguskan dalam mengkafaninya.” (HR Muslim)

Selain itu, mengenai kualitas kain kafan, Rasulullah mengingatkan bahwa kain kafan yang digunakan hendaklah yang standar saja, tidak yang terlalu mahal harganya.

Sabda Rasulullah saw.:

عَنْ عَلِيِّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تُغَالُوْا فِى الْكَفَنِ فَاِنَّهُ يَسْلُبُ سَرِيْعًا. (رواه ابو داود)

Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu berlebih-lebihan memilih kain yang mahal untuk kafan, karena sesungguhnya kafan itu akan hancur dengan segera.” (HR Abu Daud)

3. Menyalatkan Jenazah

Setelah jenazah dimandikan dan dikafani, kewajiban selanjutnya bagi orang muslim adalah menyalatkannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوْا عَلَى مَوْتاَكُمْ. (رواه ابن ماجه)

“Salatkanlah olehmu orang-orang yang mati.” (HR Ibnu Majah)

Salat jenazah tidak didahului oleh azan dan iqamat. Salat jenazah terdiri dari empat takbir tanpa ruku dan sujud. Salat jenazah dapat dilakukan atas seorang mayat atau beberapa mayat sekaligus. Seorang mayat boleh pula disalatkan berulang kali. Maksudnya, jenazah sudah disalatkan oleh sebagian orang, kemudian datang sebagian yang lain untuk menyalatkannya dan seterusnya.

Salat jenazah disunahkan berjama’ah. Imam berdiri menghadap ke arah kiblat dan makmum berdiri di belakang imam. Jenazah diletakkan melintang di hadapan imam dengan kepalanya di sebelah kanan imam. Jika jenazahnya laki-laki, hendaknya imam berdiri menghadap dekat kepalanya, dan jika jenazah perempuan, maka imam hendaknya menghadap dekat perutnya.

Saf salat jenazah hendaknya dijadikan tiga baris. Satu saf sekurang-kurangnya dua orang. Jika ada enam orang yang menyalatkan, maka hendaknya disusun tiap-tiap saf dua orang agar dapat menjadi tiga saf.

Rasulullah saw. bersabda,

عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ فَيَقُوْمُ عَلَى جَناَزَتِهِ اَرْبَعُوْنَ رَجُلاً لاَيَشْرِكُوْنَ بِاللهِ شَيْئًا اِلاَّ شَفَّعَهُمُ اللهُ فِيْهِ. (رواه احمد و مسلم)

Dari Ibnu Abbas berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Orang Islam yang meninggal, lalu disalatkan jenazahnya oleh empat puluh orang yang tidak musyrik, tentulah Allah memberikan syafa’at (doa) mereka padanya.” (HR Ahmad dan Muslim)

Hadis lain menyebutkan,

عَنْ مَالِكِ بْنِ هُبَيْرَةَ قاَلَ: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَامِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ فَيُصَلِّىْ عَلَيْهِ اُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ يَبْلُغُوْنَ اَنْ يَكُوْنُوْا ثَلاَثَةَ صُفُوْفٍ اِلاَّ غُفِرَلَهُ. (رواه الخمسة الا اللنسائ)

Dari Malik bin Hubairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Orang mukmin yang meninggal, lalu disalatkan oleh segolongan kaum muslimin sampai terdiri dari tiga saf, tentulah diampuni dosanya.” (HR Lima ahli hadis kecuali Nasa’i)

Syarat dan Rukun Salat Jenazah

Syarat-syarat salat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Syarat-syarat salat jenazah sama halnya dengan syarat-syarat pada salat yang lain, seperti menutup aurat, suci badan, pakaian, dan tempat dari najis, menghadap kiblat, dan seterusnya.

2. Jenazah sudah dimandikan dan dikafani.

3. Menempatkan jenazah di arah kiblat dari orang-orang yang menyalatkan.


Adapun rukun salat jenazah adalah sebagai berikut:

1. Niat.

2. Berdiri jika mampu.

3. Bertakbir empat kali dengan takbiratul ihram.

4. Membaca Surah Al Fatihah sesudah takbiratul ihram.

5. Membaca salawat kepada Nabi Muhammad saw. sesudah takbir kedua.

6. Mendoakan jenazah sesudah takbir ketiga.

7. Mengucapkan salam sesudah takbir keempat.


Praktek Salat Jenazah:

Setelah kita mengetahui semua tatacara salat jenazah, sekarang mari kita praktekkan tatacara salat jenazah. Perhatikanlah dengan saksama!

1. Berdiri tegak sebagaimana mestinya melakukan salat.

2. Berniat, maksudnya menyengaja melakukan salat jenazah kemudian diiringi dengan takbiratul ihram. Lafal niatnya adalah sebagai berikut:

a. Lafaz niat untuk jenazah laki-laki:

اُصَلِّىْ عَلٰى هٰذَا الْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالٰى

“Saya (niat) salat jenazah jadi makmum/imam karena Allah ta’ala.”


b. Lafaz niat untuk jenazah perempuan:

اُصَلِّىْ عَلٰى هٰذِهِ الْمَيْتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/إِمَامًا للهِ تَعَالٰى

“Saya (niat) salat jenazah jadi makmum/imam karena Allah ta’ala.”

3. Membaca Surah Al Fatihah sesudah takbiratul ihram.

4. Takbir kedua.

5. Membaca salawat kepada Nabi Muhammad saw. sesudah takbir kedua. Bacaan salawat sekurang-kurangnya:

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

“Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Nabi Muhammad saw.”

Bacaan salawat yang lengkap adalah sebagai berikut:

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَباَرِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

“Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah melimpahkan salawat kepada Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. Dan limpahkanlah berkah kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah melimpahkan berkah kepada Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia di seluruh alam ini.”

6. Takbir ketiga.

  1. Membaca doa sesudah takbir ketiga. Doa tersebut sekurang-kurangnya adalah:

اَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا)

“Ya Allah, ampunilah (dosa) dia, berilah rahmat, kesejahteraan, dan maafkanlah (kesalahan) dia.”

Bacaan doa selengkapnya adalah:

اَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا) وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ (هَا) وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ (هَا) وَاغْسِلْهُ (هَا) بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِهِ (هَا) مِنَ الْخَطَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَاَبْدِلْهُ (هَا) دَارً خَيْرًا مِنْ دَارِهِ (هَا) وَاَهْلاً خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ (هَا) وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ (هَا) وَقِهِ (هَا) فِتْنَةُ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ.

“Ya Allah, ampunilah (dosa) dia, berilah rahmat, kesejahteraan, dan maafkanlah (kesalahan) dia, hormatilah kedatangannya, luaskanlah tempat tinggalnya, besihkanlah ia dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah ia dari segala dosa sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran, berilah ganti baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya yang dahulu, keluarga yang lebih baik dari keluarganya yang dahulu, dan pasangan yang lebih baik dari pasangannya yang dahulu, dan peliharalah (hindarkanlah) ia dari siksa kubur dan azab neraka.”

Adapun bila jenazahnya anak-anak, maka doanya adalah sebagai berikut:

اَللّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا ِلأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَثَقِّلْ بِه مَوَازِيْنَهُمَا وَافْرِغِ الصَّبْرَ عَلٰى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنْهُمَا بَعْدَهُ وَلاَ تَحْرِمْناَ اَجْرَهُ.

“Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan dan titipan pendahuluan bagi ibu-bapaknya, menjadi pelajaran dan ibarat, serta syafaat bagi ibu-bapaknya. Dan beratkanlah timbangan (kebaikan) ibu-bapaknya karenanya, berilah kesabaran dalam hati kedua ibu-bapaknya, janganlah menjadikan fitnah bagi ibu-bapaknya sepeninggalnya, dan janganlah Engkau menghalangi pahala kepada kedua ibu-bapaknya.”

8. Takbir keempat.

9. Membaca doa setelah takbir keempat. Doa tersebut sekurang-kurangnya adalah:

اَللّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ اَجْرَهُ (هَا) وَلاَ تَفْتِناَّ بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْلَناَ وَلَهُ (ها).

“Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi kami akan pahalanya, janganlah Engkau memberikan kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.”

Bacaan doa selengkapnya adalah sebagai berikut:

اَللّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ اَجْرَهُ (هَا) وَلاَ تَفْتِناَّ بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْلَناَ وَلَهُ (هَا) وَلاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِىْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ.

“Ya Allah, janganlah Engkau menghalangi kami akan pahalanya, janganlah Engkau memberikan kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia, dan bagi saudara-saudara kami seiman yang telah mendahului kami, janganlah Engkau menjadikan hati kami gelisah dan bagi orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

  1. Memberi salam dengan memalingkan muka ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

“Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah atas kamu.”

Setelah selesai salat jenazah dianjurkan membaca doa sebagai berikut:

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. اَللّهُمَّ بِحَقِّ الْفَاتِحَةِ. اِعْتِقْ رِقَابَنَا وَرِقَابَ هٰذَا الْمَيِّتِ (هٰذِهِ الْمَيْتَةِ) مِنَ النَّارِ ×۳. اَللّهُمَّ اَنْزِلِ الرَّحْمَةَ وَالْمَغْفِرَةَ عَلٰى هٰذَا الْمَيِّتِ (هٰذِهِ الْمَيْتَةِ) وَاجْعَلْ قَبْرَهُ (هَا) رَوْضَةً مِنَ الْجَنَّةِ. وَلاَ تَجْعَلْهُ لَهُ (هَا) حُفْرَةً مِنَ النِّيْرَانِ. وَصَلَّى اللهُ عَلٰى خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِه وَصَحْبِه اَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

“Ya Allah limpahkanlah salawat kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarganya. Ya Allah dengan berkah Surah Al Fatihah, bebaskanlah dosa kami dan dosa jenazah ini dari api neraka. Ya Allah, curahkan rahmat ampunan kepada mayat ini, jadikanlah tempat kuburnya sebuah taman yang nyaman dari (taman-taman) surga, dan janganlah Engkau menjadikan kuburannya itu lubang jurang neraka. Semoga Allah melimpahkan salawat kepada semulia-mulianya makhluk, Nabi Muhammad saw., kepada keluarganya, dan sahabat-sahabatnya semua. Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.”


4. Menguburkan Jenazah

Setelah memandikan jenazah, mengkafani, dan menyalatkannya, maka kewajiban terakhir bagi umat Islam ialah menguburkannya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penguburan jenazah, yaitu:

a. Pembuatan kedalaman lubang kubur sekurang-kurangnya jangan sampai bau busuk jenazah nantinya dapat tercium dari atas kubur, dan jangan sampai dapat dibongkar oleh binatang.

b. Membaringkan jenazah secara miring ke sebelah kanannya (membaringkan jenazah di atas rusuk kanannya).

c. Menghadapkan muka ke arah kiblat. Muka dan ujung kaki jenazah harus mengenai tanah, melepaskan kain kafan yang membalut muka dan telapak kakinya, dan semua ikatan tali-tali pada tubuh jenazah.

Penguburan itu harus dilakukan seperti itu karena tujuan penguburan adalah untuk menjaga kehormatan jenazah dan memelihara kesehatan orang yang ada di sekitarnya (dekat kuburan).

Apabila keadaan tanah kuburan cukup keras dan padat, disunahkan membuat liang lahat di dalam lubang kubur itu, yaitu bentuk lubang memanjang di bagian bawah lubang kubur di sebelah kiblat sebesar dan sepanjang ukuran jenazahnya. Jika tanah kuburannya lembek yang tidak mungkin dibuat liang lahat, maka hendaklah dibuatkan lubang biasa di tengah-tengah lubang kubur sebesar dan sepanjang ukuran jenazahnya.

Selanjutnya, jenazah itu dibawa masuk ke liang kubur dan wajib dihadapkan ke arah kiblat, diturunkan dengan perlahan-lahan ke bawah liang lahat dan akhirnya dibaringkan miring ke sebelah kanan seraya menghadap kiblat.

Hal-hal yang disunahkan dan dilarang pada pelaksanaan penguburan dan sesudahnya

Ada beberapa hal yang disunahkan dalam pelaksanaan penguburan dan sesudahnya, yaitu:

a. Pada saat memasukan jenazah ke liang lahat hendaklah membaca:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. (رواه الترمذى و ابو داود)

“Dengan nama Allah dan atas dasar agama Rasulullah.” (HR Tirmizi dan Abu Daud)

b. Penimbunan kuburan hendaknya ditinggikan sekitar sejengkal.

اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ قَبْرَ اِبْرَاهِيْمَ ابْنِهِ قَدْرَ شِبْرٍ. (رواه البيهقى)

“Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. meninggikan kuburan anak beliau, Ibrahim, sekitar sejengkal.” (HR Baihaqi)

c. Menandai kuburan dengan batu (nisan) atau lainnya di atas kubur pada bagian kepala jenazah.

Dari Mutlib bin Abdullah berkata, tatkala Usman bin Maz’un meninggal jenazahnya dibawa keluar untuk dikuburkan, lalu Nabi menyuruh seorang laki-laki mengambil batu. Tetapi laki-laki itu tidak kuat membawanya.. Rasulullah saw. bangkit mendekati batu itu dan menyingsingkan lengan baju beliau, kemudian batu itu dibawa. Kemudian diletakkan di sebelah kepala jenazah sambil bersabda, “Aku memberi tanda kubur saudaraku dan aku akan menguburkan di sini siapa yang mati di antara keluargaku.” (HR Abu Daud)

d. Menaruh kerikil di atas kuburan.

اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَ حَصْباَءَ عَلَى قَبْرِابْنِهِ اِبْرَاهِيْمَ. (رواه الشافعى)

“Sesunguhnya Nabi Muhamad saw. menaruh batu kecil-kecil di atas kuburan anak beliau, Ibrahim.” (HR Syafi’i)

e. Menyiram kuburan dengan air.

اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَشَّ عَلَى قَبْرِابْنِهِ اِبْرَاهِيْمَ. (رواه الشافعى)

“Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. menyiram (dengan air) kuburan anak beliau, Ibrahim.” (HR Syafi’i)

f. Menanam pepohonan di sekitar kuburan.

Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, Nabi saw. melewati dua kuburan, maka Nabi bersabda, “Kedua-duanya sedang disiksa, tetapi bukan karena dosa besar; yang seorang buang iar kecil tetapi tidak bersuci, dan yang seorang lagi tukang adu domba, kemudian Nabi mengambil pelepah tamar dan dibelah dua pelepah itu, maka ditanamkannya pada setiap kuburan. Lantas ada orang bertanya kepada Nabi, “Kenapa dibuat begitu, ya Rasulullah? Jawab beliau, “Mudah-mudahan kedua pelapah tamar itu dapat meringankan siksaannya selama belum kering.” (HR Bukhari)

g. Setelah jenazah dikuburkan, disunahkan bagi orang yang mengantarnya untuk berdiri sejenak guna membaca doa untuk memintakan ampunan, keteguhan iman, dan kelancaran menjawab berbagai pertanyaan kubur bagi jenazah.

عَنْ عُثْمَانَ كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ: اِسْتَغْفِرُوْا ِلاَخِيْكُمْ وَسَلُوْالَهُ التَّثْبِيْتَ فَاِنَّهُ اْلآنَ يُسْأَلُ. (رواه ابو داود والحاكم)

Dari Usman, Nabi saw. apabila telah selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri lalu bersabda, “Mintakanlah olehmu ampunan untuk saudaramu, dan mintakanlah ia ditetapkan (imannya) karena sesunggguhnya ia sekarang ditanya.” (HR Abu Daud dan Hakim)

Adapun beberapa hal yang dilarang dalam pelaksanaan penguburan dan sesudahnya ialah:

a. Menembok kuburan.

b. Duduk di atas kuburan.

c. Membuat rumah di atas kuburan.

عَنْ جَابِرٍ نَهٰى النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَاَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَاَنْ يُبْنٰى عَلَيْهِ. (رواه احمد ومسلم)

Dari Jabir, Nabi saw. melarang menembok kuburan, duduk di atasnya, dan membuat rumah di atasnya.” (HR Ahmad dan Muslim)

d. Menjadikan kuburan sebagai mesjid.

عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَاتَلَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارٰى اِتَّخَذُوا قُبُوْرَ اَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ. (رواه البخارى مسلم)

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Semoga Allah mematikan orang-orang yahudi dan nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai mesjid.” (HR Bukhari dan Muslim)